
Oleh : Masykur Alby -Komandan DKC CBP Bangkalan
Kader PMII Rayon al-Faruq Fakultas Teknik UTM
Disclaimer : Tulisan sebagai alarm pengingat bagi pribadi penulis dalam berproses di PMII)
Hari ini usia pergerakan mahasiswa islam Indonesia (PMII) sudah menginjak yang ke 62 tahun. bukan usia yang muda bagi sebuah organisasi kemahasiswaan dan kepemudaan terbesar di indonesia ini.
dalam kurun waktu sepanjang sejarah pmii telah banyak mengalami gesekan dan benturan dengan kondisi dan situasi yang berbeda-beda, di usia yang ke 62 tahun PMII harus memikirkan bagaimana ia tetap eksis dan memberikan dampak terhadap kader dan masyarakat luas.
Era digitalisasi secara sederhana dimaknai sebagai perpindahan aktifitas dari dunia nyata ke dunia maya. Tapi secara lebih mendalam digitalisasi merupakan imigrasi besar besaran gaya hidup manusia dari analog menuju peradaban sentuhan jari. Digitalisasi merupakan bentuk nyata dari kemajuan teknologi dan ini harus dipahami dan direspon oleh kita sebagai kader pmii.
Rekontruksi gerakan PMII hari ini harus mengamini dan berkaca pada kondisi yang terjadi hari ini dan juga berorientasi pada masa depan, jika para pendahulu PMII lebih fokus pada kajian ilmu sosial dan terkesan menghindari dunia eksakta maka hari ini para kader PMII terutama pada kampus dan juga pada fakultsa eksakta harus secara mendalam mengetahui terkait dengan seluk beluk ilmu pengetahuan yang di pelajari hari ini agar kemudian para kader PMII mampu mewarnai diberbagai dimensi kehidupan berbangsa dan bernegara.
Pandangan semacam ini juga di afirmasi oleh visi dan misi ketua umum PB PMII Muhammad Abdullah Syukri yang menyoroti dan kemudian menitik fokuskan programnya kepada kegiatan kegiatan yang berimplikasi kepada peningkatan produktifitas kader. Ia bahkan bertekad ingin merekontruksi paradigma kritis transformatif” menjadi “kritis transformatif produktif.” hal itu berangkat dari keperihatinannya kepada kondisi PMII yang mendominasi secara massa namun minim dari segi produktifitas dan karya.
Kegagahan para kader PMII cenderung menumpuk dan menguap di warung warung kopi dan terkesan hanya menjadi bualan semata, momentum pelatihan kader dasar yang akan dilaksanakan oleh Pengurus Rayon Pergerakan Mahasiswa islam Indonesia AL Faruq UTM sudah seharusnya menjadi starting point dalam mengubah pola fikir, gaya bicara dan juga tindakan kepada hal hal yang berorientasi pada peningkatan pengetahuan dan kemampuan sehingga berdampak positif bagi produktifitas kader.
Pentingnya mentoring dan pendampingan kader
Kelemahan terbesar dalam tubuh PMII Pada umumnya adalah tidak mementingkan mentoring dan pendampingan kader pasca pelatihan dan kaderisasi formal.
Kita kadang merasa sudah gugur kewajiban setelah melaksanakan hal tersebut, padahal jika kita mau kembali merenungi kemudian berfikir lebih mendalam tugas dan fungsi dari kaderisasi formal hanya mengantarkan pada gerbangnya saja, namun untuk menyelami lautan keilmuan dan dinamika dalam rumah besar bernama PMII ini harus melalui proses yang cukup panjang dan itu memerlukan mentoring dan pendampingan kader yang mumpuni.
Maka dari itu Rekontruksi gerakan kader tidak boleh berakhir sebagai wacana saja ia harus terejawantah dalam ruh ruh gerakan yang nyata dan berdampak.
Tulisan ini sengaja kami tulis sebagai alarm bagi penulis dan bagi setiap pribadi yang mengatasnamakan diri sebagai kader pergerakan mahasiswa islam Indonesia pada umumnya.