Penanews.id, JAKARTA- Pungutan liar di Direktorat Jenderal Bea Cukai (Ditjen) Bea Cukai bukanlah cerita baru. Presiden Soeharto bahkan pernah membekukan lembaga ini karena maraknya pungli.
Mengutip Mk+.Kemenkeu.go.id, Sabtu (25/3/2023), pembekuan terjadi di masa Menteri Keuangan dijabat Ali Wardhana pada 6 Juni 1968.
Saat itu, sejumlah penyelewengan dan penyelundupan di Bea Cukai kerap terjadi. Hal ini karena dinilai terjalin kongkalikong antara Bea Cukai dan importir penyelendup.
“Dan kerja bea cukai hanya mengadakan “denda damai” belaka yang memuaskan semua pihak yang bersangkutan. Menteri Keuangan patut memeriksa praktik-praktik “denda damai” ini yang kelihatan telah menjadi satu pola kerja yang teratur,” ujar jurnalis Mochtar Lubis pada harian Indonesia Raya, 22 Juli 1969.
Mochtar menyebutkan, pimpinan lama harus diganti dengan orang baru yang tak terlibat dalam jaring-jaring vested interest yang telah berakar lama antara Bea Cukai dan importir-penyelundup.
Selain itu, perubahan bukan hanya dari sisi kelembagaan, tetapi juga personalia pelaksananya. Di sisi lain, keadaan demikian bertahan cukup lama.
Saat Ali Wardhana mengunjungi kantor Bea dan Cukai di Tanjung Priok pada Mei 1971, dia melihat para petugas tengah bersantai. Dia juga mendapati kabar penyelundupan ratusan ribu baterai merek terkenal. Padahal Ali baru memberikan tunjangan khusus sebesar sembilan kali gaji.
“Padahal, ia baru memberikan tunjangan khusus sebesar sembilan kali gaji. Kenaikan tersebut bukan sembarang hadiah, melainkan disertai tuntutan kenaikan pelayanan dan peniadaan penyelewengan,” tulis Saeful Anwar dan Anugrah E.Y. (ed.) dalam Organisasi Kementerian Keuangan dari Masa ke Masa.
Ali Wardhana melakukan mutasi pejabat eselon II antarunit eselon I. Pada 1978, Direktur Cukai digantikan pejabat dari unit eselon beberapa kali. Namun, ternyata cara ini tak memperbaiki kinerja Bea Cukai. Penyelewengan dan penyelundupan terus terjadi.
Ali Wardhana kemudian diangkat sebagai Menteri Koordinator Bidang Ekonomi, Keuangan, Industri, dan Pengawasan Pembangunan pada 1983. Sementara itu, Menteri Keuangan dijabat Radius Prawiro.
Pada 29 Agustus 1983, Radius Prawiro melantik Bambang Soejarto, seorang perwira tinggi Departemen Hankam, sebagai Direktur Jenderal Bea dan Cukai. Ia menggantikan Wahono yang terpilih sebagai Gubernur Jawa Timur.
Radius Prawiro menekankan para penyelundup “akan diperangi sampai ke akar-akarnya.” Ia meyampaikan hal itu saat memberikan sambutan.
Meski demikian, penyelewengan dan penyelundupan di Bea Cukai masih terjadi. Bahkan keluhan juga datang dari pengusaha, termasuk pengusaha Jepang, mengenai aparat Bea dan Cukai yang ribet, berbelit-belit, dan pada akhirnya melakukan pungutan liar.
Cerita selengkapnya klik di sini
EMbe