Oleh: Misbahul Wani
Mahasiswa Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Anggota Forum Mahasiswa Kajjan; Bidang Kominfo dan Public Realtion.
Aliansi Mahasiswa Desa yang tergabung dalam organisasi Forum Mahasiswa Kajjan (FMK) sejak 20 juli lalu telah menggelar diskusi online di WAG sebagai sarana komunikasi virtual. Salah satu yang menjadi kajian khusus adalah mengkaji tentang ‘Potensi Ekonomi dan Pasar Tradisional’ sebagai ladang transaksi jual beli dan pendongkrak ekonomi masyarakat. Masyarakat menyebutnya pasar tradisional di desa Kajjan dengan sebutan Pasar Bherung.
Secara garis teretorial wilayah, desa Kajjan masuk bagian dari kecamatan Blega. Kajjan masuk bagian wilayah perbatasan antara Blega dan Galis. Letaknya sebelah barat bagian utara. Dan berbatasan langsung dengan desa Tellok dan Blateran, dua-duanya bagian dari kecamatan Galis. Untuk desa yang mengitari sesama wilayah Blega yaitu desa Karpote dan Nyior Manis.
Persoalan pasar tradisional, Kajjan memiliki ruang publik sebagai sarana komunikasi masyarakat dan sebagai ruang perputaran ekonomi warganya. Mayarakat menyebutnya Pasar Bherung. Bherung adalah sebuah bangunan kecil (baca: gubuk) seperti Langgher (mushalla) kuno yang ada di Madura dan biasanya terbuat dari bambu. Tempat inilah yang menjadi simbol nama pasar tradisional di desa Kajjan ini.
Meskipun pemerintah daerah sudah menyiapkan pasar induk di Blega, pasar Bherung ini tidak kalah eksis sebagai ladang interksi sosial dan ekonomi masyarakat. Khususnya bagi mereka yang tidak memiliki sarana transportasi menembus kurang lebih 11 Km ke pusat kota. Akhirnya tidak sedikit masyarakat juga menempuhnya dengan jalan kaki bila harus ke pasar induk. Namun, Pasar Bherung tetap menjadi alternative route untuk persediaan pokok seperti beras, cabe dan bahan dapur lainnya bagi masyarakat.
Sejarah Singkat Pasar Bherung
Pasar Bherung dibuka tiap hari kamis dan minggu. Jadi tidak terjadi pergulatan waktu dengan pasar induk yang dibuka tiap hari senin dan jum’at. Bahkan, menurut bacaan teman-teman FMK, perhitungan hari itu juga menguntungkan bagi para pedagang, hari senin dan hari jum’at dijadikan kesempatan mencari persediaan di pasar induk dan diperjual belikan di hari kamis dan minggunya di pasar Bherung.
Menurut hasil survey anggota FMK secara langsung, Pasar Bherung awalnya dibuka oleh Kades al-Marhum H. Zuhaimi Iskandar (Aba Gandar sapaan akrab masyarakat). Beliau menjadi Kades pertama dan menjabat sejak umur 15 tahun. Pasar Bherung ini dibangun di atas tanah pribadinya. Sejak kepemimpinannya hingga kades yang menjabat saat ini, bahkan telah digantikan tiga Kades, pasar ini tidak menjadi perhatian khusus. Buktinya pasar Bherung ini sampai sekarang masih berdiri di atas tanah pribadi Aba Gandar.
Padahal fasilitas tanah Negara yang ada di desa Kajjan cukup luas. Hanya saja, praktik yang terjadi selalu dijadikan garapan pribadi pejabat yang berkuasa. Selama ini hanya berdiri lapangan sepak bola untuk para pemuda dan satu rumah bidan yang digagas masa kepemimpinannya Ach. Ridwan sebagai Kades. Pembangunan selanjutnya pada tahun 2019 kemarin dibangun Kantor desa yang berdampingan dengan lapangan sepak bola dan rumah bidan, itu pun sampai saat ini tidak kunjung kelar dan ditempat-dinaskan oleh pemdes.
Kita kembali persoalan pasar lagi; di Pasar Bherung ini transaksi sistem barter masih ditemukan. Masyarakat yang mayoritas petani biasanya hasil tani mereka, selain dijual, mereka juga menjadikan bahan pengganti uang untuk memperoleh bahan yang dibutuhkan. Adapun mayoritas hasil pertanian mereka adalah padi, jagung, kacang tanah, dan masih sedikit sekali yang memanfaatkan kedelai, singkong, ketela, dan tumbuhan lainnya, meskipun tidak banyak, jenis tersebut terkadang masih sering dijumpai.
Potensi Kebangkitan Ekonomi Desa
Berdasarkan Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 11 Tahun 2019 tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2020, bagian L. Pembangunan dan Pengelolaan Pasardesa; desa memiliki hak untuk menumbuh-kembangkan pasar tradisional yang dikelola oleh Pemdes melalui Badan Usaha Milik desa (BUMDES).
Diantara peran dan fungsinya juga telah diatur oleh peraturan menteri yang diantaranya adalah; pertama, sebagai penggerak roda ekonomi Desa yang mencakup bidang perdagangan, industri ataupun jasa, kedua, sebagai ruang publik dikarenakan pasar Desa sebagai pasar tradisional bukan sekedar tempat jual beli tetapi juga ruang bertemunya warga Desa dalam menjalin hubungan sosial; dan ketiga, sebagai salah satu sumber pendapatan asli Desa.
Sebagian besar warga masyarakat desa Kajjan adalah petani. Meskipun memiliki persediaan air yang cukup dan sungai yang asri, masyarakat hanya memiliki kesempatan panen padi dua kali selama setahun. Itu pun tergantung curah hujan yang turun. Untuk musim tahun ini banyak yang hanya bisa panen satu kali. AlAsannya karena musim hujan yang tidak teratur. Tapi bagi masyarakat yang berkecukupan bisa dua kali, hanya saja harus menyewa jasa sedot air dari sungai sebagai ganti air hujan.
Setelah memasuki musim kemarau, yang diandalkan mereka adalah bertani kacang tanah dan jagung. Sebagai persediaan setahun secara mayoritas hanya itu yang menjadi lumbung utama masyarakat untuk bertahan. Hasil bertani masyarakat inilah yang kemudian menjadi hidupnya perputaran ekonomi meskipun dalam keadaan terbatas tadi. Mereka masih bisa bertahan saling berbagi penghasilan dan kebutuhan dengan sistem barter dan jual beli.
Pasar Bherung dan profesi masyarakat sebagai petani tidak bisa dilepaskan. Dua-duanya telah menjadi sistem sosial untuk mendapatkan pengahasilan. Bila pasar Bherung ini dibangun dan difasilitasi oleh Pemdes dengan back up Bumdes-nya, tidak menutup kemungkinan perputaran roda ekonomi masyarakat desa tumbuh dengan baik. Karena, selain mampu memfungsikan hasil tani asli desa, Pasar Bherung ini juga bisa menjadi sarana positif melakukan ekspor hasil tani ke pasar induk, yaitu pasar Blega.