![](https://i1.wp.com/penanews.id/wp-content/uploads/2020/05/images-29.jpeg?resize=700%2C393&ssl=1)
Covid-19 di AS
Oleh: Dinas Sulaeman
Jadi ceritanya begini, publik di AS (dan negara-negara Barat umumnya) sebagiannya sangat consern atas efek dari Covid-19 terhadap HAM dan demokrasi. Level diskusinya memang sudah ‘beda’ dengan negara berkembang.
Apalagi Indonesia, yang sebagian netizennya masih saja mengaitkan segala-galanya dengan pilpres 2014/2019 dan sebagian lagi sangat terpesona pada segala yang berbau “Barat”.
Kalau ada yang menyampaikan pendapat berbeda dari “Barat”, mereka langsung sok-sok’an berkata “konspirasi!”
Nah, salah satu kasus yang sedang heboh dibahas oleh netizen Barat adalah penyensoran oleh Youtube. Kasus terbaru adalah penghapusan video briefing dua dokter dari California oleh Youtube.
Jangankan video aslinya, video yang membahas video itu pun, ikut diblokir Youtube. Video asli (yang dihapus itu) sudah ditonton oleh 5 juta orang.
Video yang saya upload ini adalah rekaman acara Tucker Carlson, seorang jurnalis dan analis politik di Fox News, ini televisi mainstream di AS.
Carlson mengecam penghapusan video dokter dari California itu; menyebutnya “dibungkam oleh big tech”. Yang dimaksud big tech: Google, Youtube, Facebook; mereka kini terbukti tidak lagi menoleransi perbedaan pendapat.
[Tentu, saya yang sejak 2011 sering nulis soal Suriah, tidak aneh lagi dengan perilaku big tech ini, bahkan mengalaminya sendiri berbagai pemblokiran itu.]
Emang ada apa sih di video itu, kok sampai dihapus?
Di video itu, ada 2 dokter bernama Dr. Dan Erickson and Dr. Artin Massihi, yang telah melakukan pengetesan Covid pada lebih dari 5000 orang di kota mereka lalu membandingkan dengan data-data di kota/negara lain, dan hasilnya sama: jumlah yang terinfeksi virus sangat banyak, tapi yang meninggal sedikit (0,03%).
Lalu mereka membandingkan Norwegia dan Swedia (dua negara bertetangga dan rasnya sama, sehingga layak untuk dibandingkan). Norwegia lockdown, Swedia tidak, ternyata persentase kematiannya tidak jauh beda.
Dan menurut dokter ini, persentase itu sama dengan rata-rata kematian akibat flu musiman (di negeri 4 musim, ada yang disebut seasonal flu, yang juga menimbulkan banyak kematian, bukan flu/pilek biasa kayak di Indonesia yang sembuh pake bodrex).
Nah, yang dipertanyakan dua dokter ini: dengan data seperti ini, apakah lockdown memang tepat untuk dilakukan? Apalagi, kata dr Erickson, lockdown di AS menimbulkan banyak sekali dampak yang jauh lebih buruk, misalnya ambruknya ekonomi, depresi dan kecanduan alkohol, KDRT, dan bunuh diri.
Lalu apa yang bisa kita ambil “hikmah”-nya sebagai orang Indonesia?
Kita perlu punya pikiran terbuka, tidak segala-galanya yang dikatakan WHO dan orang-orang (pakar, media, politisi) Barat itu benar. Kasus video dr Erickson ini menunjukkan bahwa di Barat pun ada pembungkaman suara.
Mengapa harus dipastikan bahwa dokter pro-WHO yang benar, yang tidak pro, pasti salah? Bukankah WHO juga punya track record salah?
Yang mengikuti tulisan saya soal Suriah sejak 2011 pasti sudah paham sekali bagaimana pemerintah negara-negara Barat, media, dan lembaga-lembaga di bawah PBB melakukan berbagai disinformasi, bahkan hoax, demi menggulingkan pemerintah Suriah. (Baca buku saya Prahara Suriah, ebooknya sudah bisa didownload gratis; atau baca Salju di Aleppo).
Lalu, mengapa mereka yang pernah berbohong itu masih dipercaya 100% meski kasusnya kini berbeda? Ketika mereka memaksa negara-negara untuk melakukan lockdown (dan kalau ada kesulitan ekonomi, mereka bilang, “nih kami kasih utang”), mengapa harus diterima mentah-mentah bahwa itu kebijakan yang paling tepat?
Setiap negara punya karakter dan kondisinya masing-masing dan karena itu seharusnya sah-sah saja bila pemimpin suatu negara punya kebijakan tersendiri, tidak harus patuh pada WHO, apalagi pada Bill Gates, sang donatur WHO dan “pakar” vaksin (padahal bukan dokter). Ingat kan, Bill Gates berkeras, lockdown harus berlangsung 18 bulan sampai vaksin yang dia buat selesai dan semua orang divaksin.
Sisakan ruang untuk menerima kemungkinan, siapa tahu pendapat yang berbeda dari apa yang ada di benakmu, justru benar.