Penanews.id, JAKARTA – Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Hasyim Asy’ari memperjelas soal usulannya terkait kampanye di kampus pada Pemilu 2024 dan Pilpres 2024.
Dia menyatakan peserta pemilu boleh berkampanye di kampus namun dengan beberapa catatan yang harus dipenuhi.
“Nah pertanyaannya adalah boleh dilakukan di mana saja?. Untuk kampanye boleh di mana saja, termasuk dalam kamus dan pesantren, tapi ingat ada catatannya,” kata Hasyim Asy’ari di Jakarta Sabtu, 23 Juli 2022.
Undang-Undang Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 Pasal 280 Ayat 1 huruf H, kata Hasyim, memuat soal larangan soal kampanye, yakni pelaksana, peserta, dan tim kampanye pemilu dilarang menggunakan fasilitas pemerintah, ibadah, dan tempat pendidikan.
Kemudian, lanjut Hasyim, dalam penjelasan pasal itu menyebutkan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan dapat digunakan untuk kampanye jika peserta pemilu hadir tanpa atribut kampanye pemilu atas undangan pihak penanggung jawab fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan.
“Jadi kampanye di kampus itu boleh dengan catatan yang mengundang misalkan rektor, pimpinan lembaganya, boleh (kampanye),” kata dia.
Tidak hanya itu, catatan lainnya, menurut Hasyim, setiap peserta pemilu harus diperlakukan dan diberi kesempatan yang sama jika berkampanye di kampus.
“Termasuk harus memperlakukan sama, kalau capres ada dua ya dua-duanya diberikan kesempatan. Kalau capresnya ada tiga ya diberi kesempatan semuanya. Kalau partainya ada 16, ya ke-16 partai diberikan kesempatan sama semua,” kata Hasyim.
Kesempatan kampanye yang diberikan, papar dia, harus sama, baik soal jadwal, durasi, hingga frekuensi kampanye yang dilakukan peserta pemilu.
“Demikian pula durasi dan frekuensinya. Frekuensinya, misalnya sekali datang, durasinya dua jam, maka ya semuanya sama dua jam. Mau dipakai satu jam oleh peserta boleh, tapi kalau lebih dari dua jam itu yang tidak boleh,” kata dia.
Artinya, menurut Hasyim, sesuai aturan perundang-undangan kampanye di kampus diperbolehkan jika terpenuhi unsur-unsur seperti diundang oleh rektor, tidak menggunakan atribut peserta pemilu, dan mendapatkan kesempatan yang sama untuk setiap calon.
“Kalau saya menyatakan kampanye di kampus boleh apa nggak ? Boleh. Wong mahasiswanya pemilih, dosen-dosennya juga pemilih, ingin tahu dong siapa capresnya, siapa calon DPR-nya, visi-misinya seperti apa, apa janji-janjinya, visi-misinya untuk pengembangan dunia akademik kan perlu diketahui dan perlu di-‘challenge, dan perlu dipertanyakan pula,” ujarnya.
Sebelumnya sejumlah pihak menyambut baik ide kampanye di kampus ini. Perludem misalnya, menyatakan bahwa hal ini bisa lebih mendorong keterlibatan mahasiswa dalam proses demokrasi di Indonesia. Namun mereka juga memberikan catatan agar kampanye tersebut digelar secara dialogis.
EMbe/tempo.co