
Penanews.id, JAKARTA – Pada 7 April 2020, Menteri Kesehatan mengizinkan Kota Jakarta memberlakukan pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menetapkan PSBB dimulai pada 10 April 2020.
Selama masa pembatasan dua pekan itu, sekolah dan kantor diliburkan, transportasi dibatasi, dan larangan menyelenggarakan kegiatan budaya, orasi politik, hiburan, kegiatan akademik, yang dihadiri banyak orang.
Pemerintah memilih PSBB ketimbang karantina wilayah, sehingga akses keluar-masuk Jakarta masih diizinkan. Negara-negara di dunia melakukan karantina dan pembatasan interaksi publik ketika wabah flu Spanyol menyebar pada 1918-1919 yang diperkirakan menewaskan 50-100 juta orang.
Di Jawa saja, menurut perhitungan Michigan State University, Amerika Serikat, pada 2013 ada 4,26-4,37 juta orang meninggal akibat pandemi seusai Perang Dunia I ini.
Karantina wilayah yang diberlakukan di sejumlah negara dalam masa pandemi virus corona agaknya juga efektif menghentikan meluasnya virus ini. Dengan tidak banyak orang yang bepergian, lalu lintas transportasi berkurang dan pabrik-pabrik berhenti beroperasi membuat konsentrasi polutan di udara juga turun
Penelitian terbaru yang dikurasi 12 peneliti di Italia menunjukkan bahwa ada korelasi positif antara jumlah penderita flu corona dengan naiknya partikel di udara yang berasal dari polusi. Disebut juga PM2,5 dan PM10. Angka 2,5 dan 10 adalah jumlah polutan dalam satuan mikrogram per meter kubik.
Badan Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan bahwa udara yang masih bersih dan layak dihirup oleh manusia jika konsentrasi partikel bebasnya masih di bawah 25 mikrogram per meter kubik. Lewat dari ambang batas itu udara dinyatakan tak layak dihirup atau membahayakan tubuh manusia karena akan memicu pelbagai penyakit.
Para peneliti di Italia yang dipimpin Leonardo Setti dari Universitas Bologna memastikan bahwa konsentrasi polutan yang tinggi membantu penyebaran virus corona di negara itu. “Kita tahu bahwa polutan menjadi faktor kunci dalam penyebaran pelbagai penyakit karena terbawa oleh debu,” tulis Setti dalam laporan yang dipublikasikan dalam makalah pada pertengahan Maret 2020.
Para peneliti mengamati tingkat polusi dan masifnya jumlah orang Italia yang terinfeksi virus corona pada periode 10-29 Februari 2020—melewati masa inkubasi virus selama 14 hari.
Wilayah utara Italia merupakan daerah yang paling banyak kasus positif virus ini. Setelah melihat data PM2,5 dan PM10, para peneliti menemukan hubungan erat antara jumlah konsentrasi dua polutan itu di udara pada periode tersebut dengan jumlah infeksi.
sumber: foresdigest.com