penanews.id, BANGKALAN – Sejak komunikasi masih seruwet zaman kereta pos hingga zaman internet yang memudahkan orang bertukar kabar cukup dengan klikan jemari, wabah memang selalu identik dengan demam.
Tak terkecuali wabah virus Corona yang telah menjangkiti 93 ribu orang di seluruh di dunia menurut data Jhon Hopkins CESS, juga diawali demam sebagai gejala awal penularan virus Wuhan ini pada manusia.
Selama setahun antara 1960 hingga 1907, demam mewabah di Kabupaten Bangkalan. Dalam Telegram Residen Fokken kepada Gubernur Jendral di Pamekasan 14 Januari 1907 disebutkan bahwa wabah muncul akibat banjir besar yang merendam pusat kota Bangkalan hingga memutus jalur kereta api di Kwanyar.
Untuk mengatasi banjir itu, Pemerintah Kolonial sampai membuat bendungan di Sungai Buduk di Distrik Sapuluh Bangkalan Utara. Padahal saat itu, demam juga tengah mewabah di distrik itu.
Pola pemukiman di Bangkalan yang berkelompok, dalam satu pekarangan berisi empat hingga lima keluarga, ini menyulitkan tim kesehatan yang dikepalai Dr Terburgh kesulitan menjangkau para penderita karena jarak antar pekarangan sangat jauh.
Untuk mempercepat penanggulangan wabah, Patih Bangkalan saat itu memerintahkan Kliwon atau kepala Desa Pejagan untuk mengumpulkan warga ke Balai Pengobatan Dr Terburgh. Dalam buku Madura 1850-1940 yang ditulis Kuntowijoyo disebutkan sang kepala desa gagal mengumpulkan sehingga Patih Bangkalan pun memecatnya.
Cara penanggulangan wabah dengan menyuruh penderita yang datang ke tempat pengobatan rupanya didengar pemerintah kolonial dan Residen Fokken pun memprotes Dr Terburgh cara pengobatan yang demikian. Teguran itu pun membuat petugas kesehatan tak punya pilihan selain mencari penderita dengan mendatang dari rumah ke rumah.
Cara menangani wabah yang keliru di masa lalu ini, nampaknya masih dilakukan pemerintah saat ini. Di Jawa Timur, pemerintah provinsinya justru membuat call center khusus corona berharap warga berinisiatif melapor jika mengalami atau mengetahui ada warga yang sakit dengan gejala umum penularan virus yang berasal dari kalelawar itu.
Call center secara tak langsung petugas baru akan bekerja berdasarkan laporan, kalau tak ada laporan masuk bisa jadi dianggap aman. Lagi pula, gejala Corona adalah demam, batuk dan flu. Seorang awam pasti sulit membedakan mana demam biasa dan mana yang karena Corona.
Mestinya, Puskesmas sebagai ujung tombak kesehatan desa mestinya yang digerakkan untuk memantau kesehatan di desa. Bila ditemukan gejalanya Corona, petugas puskesmaslah yang menghubungi call center agar para suspect cepat mendapat perawatan.
Seperti ucapan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto, Puskemas harus dikembalikan ke fitrahnya sebagai tempat edukasi, pencegahan dan deteksi dini penyakit. Bukan berfokus pada pelayanan kuratif dan rehabilitatif yang berorientasi pada layanan kesehatan berbayar. (EMBE)