
Penanews.id, JAKARTA – Satuan Reserse Kriminal Polres Jakarta Pusat menetapkan 10 anggota komplotan mafia tanah yang berlokasi di Serang, Banten sebagai tersangka.
Dari hasil penyelidikan, 10 tersangka yang berinisial MH, RD, ID, SB, SA, JD, HS, SD, AH, dan HW telah melakukan praktik mafia tanah sejak 2012 sampai 2015.
Dilansir tempo.co, Wakil Kepala Polres Jakarta Pusat Setyo K. Heriyatno menjelaskan, salah satu tersangka yang berinisal MH merupakan mantan kepala desa dan camat Desa Bendung, Serang.
Dalam melakukan praktik mafia tanah, tersangka dibantu oleh staf dan petugas dari BPN.
“Mereka melakukan tindak pidana ini pada 2014, jadi kalau kita lihat rentang waktu yang dilakukan tindak pidana ini cukup lama, semasa yang bersangkutan menjabat kades yaitu dari tahun 1998 – 2017. Jadi cukup lama, selama 19 tahun,” ujar Setyo dalam keterangannya, Kamis, 30 Desember 2021.
Setyo menjelaskan, komplotan ini menggunakan modus penipuan dengan menempatkan keterangan palsu ke dalam akta otentik dan atau memalsukan akta otentik sertifikat tanah. Dalam melakukan tindakannya itu, MH dibantu oleh beberapa stafnya.
Setyo mengungkap modus operandi para tersangka. Yang pertama secara bersama-sama membuat 36 akta jual beli tanah palsu di Desa Bendung dengan luas sekitar 20 hektare.
Setelah dipasarkan, seorang pembeli ingin membeli 11 hektare tanah tersebut. Komplotan ini kemudian mengerahkan anggotanya yang berpura-pura sebagai petugas BPN untuk mengukur tanah di lokasi.
Setelah proses pengukuran tanah selesai, komplotan menerbitkan tujuh sertifikat hak milik palsu atas nama korban dan melakukan akad jual beli tanah. Modus ini baru diketahui setelah korban melakukan pengecekan keaslian sertifikat tersebut.
“Ketika korban akan melakukan pengecekan terhadap lokasi dari ke tujuh sertifikat, ternyata tanah yang tercatat dalam sertifikat tersebut milik warga desa,” kata Setyo.
Akibat peristiwa ini, korban mengalami kerugian hingga Rp 670 juta, dihitung dari nilai NJOP tanah lokasi di desa tersebut.
Setyo mengatakan para tersangka mafia tanah itu dikenakan Pasal 266 KUHP, 264 KUHP, 263 KUHP juncto pasal 56 KUHP dengan ancaman pidana maksimal 8 tahun penjara.
EMbe