
Penanews.id, MALUKU – Pemuda, mahasiswa dan tokoh Masyarakat Desa Tamilou, Kecamatan Amahai, Kabupaten Maluku Tengah mendatangi Polda Maluku. Mereka ditemui langsung Wakapolda Maluku Brigjen Pol Jan de Fretes yang didampingi Kabid Humas Kombes M. Roem Ohoirat.
Kedatangan mereka untuk memprotes insiden tertembaknya 18 warga Tamilou oleh anggota Polres Maluku Tengah. Mereka juga mendesak Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mencopot AKBP Rosita Umasugy sebagai Kapolres Maluku Tengah.
“Wakapolda berjanji akan melakukan konfirmasi serta menghukum oknum anggotanya bila terbukti melakukan kesalahan prosedur di lapangan,” kata Basri dilansir kompas tv, Rabu (8/12/2021).
Insiden penembakan terhadap 18 warga Desa Tamilou itu terjadi pada Selasa, 7 Desember 2021 sekitar pukul 05.20 WIT.
Sebanyak 19 orang dilaporkan mengalami luka tembak. Dari belasan orang itu, 3 korban di antaranya adalah ibu-ibu.
Dilansir suara.com, kejadian berawal pada pukul 05.20 pagi saat puluhan personil brimob datang dengan menggunakan senjata lengkap yaitu 2 unit barakuda, 1 unit Water Canon, 6 Truk Perintis, dan total kendaraan sebanyak 24 unit.
“Kedatangan pihak kepolisian Polres Maluku Tengah tersebut merupakan imbas dari konflik berkepanjangan antara suku Nualu Dusun Rohua dan Warga Tamilouw,” ungkap Koordinator Badan Pekerja KontraS, Fatia Maulidiyanti, Rabu (8/12/2021).
Kedatangan polisi itu, lanjut Fatia membuat warga desa panik, terlebih lagi dengan penggunaan kekuatan secara berlebihan yang dilakukan oleh pihak kepolisian untuk melakukan penangkapan terhadap terduga pelaku pembakaran.
“Penembakan peluru karet yang dilakukan oleh pihak kepolisian tersebut bukan sekadar merupakan tembakan peringatan, tetapi penembakan langsung diarahkan ke bagian tubuh dari masyarakat,” ucapnya.
KontraS menilai polisi telah melanggar prinsip penegakan hukum melalui peradilan atau due processed of law yang diatur dalam KUHAP.
Polisi juga melanggar Peraturan Kapolri No. 6 Tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana yang mana setiap penyidikan atau penyelidikan oleh polisi harus dilengkapi dengan surat perintah yang memuat dasar penyidikan atau penyelidikan.
“Brutalitas pihak kepolisian dalam menyikapi penolakan oleh warga dengan langsung menggunakan senjata api jelas telah mencederai peraturan Pasal 8 ayat (2) Perkap No. 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan Dalam Tindakan Kepolisian,” jelasnya.
EMbe