• Redaksi
  • Pedoman
  • Hubungi
  • Karir
  • Iklan
  • Policy
  • Disclaimer
Minggu, 25 Mei 2025
Penanews.id
  • Nasional
  • Nusantara
  • Madura
  • Jatim
  • Wisata & Kuliner
  • Olahraga
  • Tekno
  • Ekonomi
  • Opini
  • Jepret
Tidak ditemukan
Lihat Semua
  • Nasional
  • Nusantara
  • Madura
  • Jatim
  • Wisata & Kuliner
  • Olahraga
  • Tekno
  • Ekonomi
  • Opini
  • Jepret
Tidak ditemukan
Lihat Semua
Penanews.id
Tidak ditemukan
Lihat Semua
Beranda Opini

SING PENTING SLAMET!

  • Jumat, 20 November 2020 14:53
FacebookTwitterWhatsApp

Oleh: Khalid Syeirazy

Kita hidup pada suatu masa di mana standar hidup dalam beberapa hal naik, dalam beberapa hal turun. Yang naik adalah kualitas kehidupan material kita yang canggih, serba digital. Yang turun adalah standar beragama kita.

Baca Juga:

Ra Muzawwir Pimpin ISNU Bangkalan

Semua guru di sekolah agama, dari TPQ sampai Madrasah (MI/MTs/MA), kita panggil ustadz. Pun kalau dia itu guru olah raga, kita panggil ustadz juga. Di negara-negara Arab, di perguruan-perguruan tinggi, ustadz bukan sekadar guru, tetapi guru besar atau profesor.

Kalau guru biasa, dipanggil mudarris. Di Indonesia, gelar ustadz meluas dan dipakai ke semua penceramah. Modin atau imam mushalla yang mimpin tahlilan juga kita panggil ustadz.

Alhasil, makna ustadz tunduk kepada adat. Ustadz dalam adat kita beda dengan makna ustadz di Timur Tengah. Beres. No problemo!

Tapi yang parah, yang saya sebut degradasi, ada gejala yang menyamakan ustadz dengan ulama. Pokoknya asal naik podium, ceramah, diundang TV, kontan masuk jajaran alim-ulama.

Kalau ada ijtima’ ulama, mereka ikut. Inilah degaradasi yang disinggung Rasulullah. Beliau jelas sekali membedakan antara ulama dan penceramah:

« إنكم في زمان علماؤه كثير، خطباؤه قليل، من ترك فيه عشير ما يعلم هوى أو قال: هلك وسيأتي على الناس زمان يقل علماؤه، ويكثر خطباؤه، من تمسك فيه بعشير ما يعلم نجا » (رواه احمد)

“Kalian (para sahabat) hidup di zaman di mana ulamanya banyak, penceramahnya sedikit. Barang siapa menjalankan sepersepuluh dari apa yang diketahuinya, dia celaka. Tetapi akan datang suatu masa di mana ulamanya sedikit, penceramahnya banyak. Barang siapa berpegang teguh dengan sepersepuluh dari apa yang diketahuinya, dia selamat” (HR. Ahmad).

Dari gejala-gejalanya, sabda Nabi ini nampaknya relevan dengan situasi kita. Saya tahu dari postingan di grup-grup WA dan media sosial. Seorang penceramah, isi ceramahnya sumpah serapah, ditangkap polisi karena ujaran kebencian.

Para pembelanya bilang: ini ulah rezim zalim penindas ulama. Ini kemunduran luar biasa: umat bahkan tidak ngerti beda provokator dan penceramah, tidak paham beda penceramah dan ulama.

Dalam situasi di mana loyang disangka emas, kita tidak perlu emas 24 karat. Kalau kita padankan dengan sabda Nabi, emas sepuluh karat sudah selamat. Di zaman Nabi dan sahabat, informasi tentang agama semuanya emas.

Celakalah orang yang mengambil hanya sepuluh persennya untuk diamalkan. Di zaman kita, informasi tentang agama lebih banyak loyang ketimbang emasnya.

Di era di mana agama diajarakan tanpa sanad, melalui kanal-kanal online, kita dapat menyaring sepuluh persen kadar emas dari hamparan loyang saja sudah cukup.

Dalam situasi seperti ini, gondelan dengan ulama, bukan sekadar penceramah, adalah kunci sing penting slamet!

Tags: Sekjen ISNU Khalid Syeirazi
207
Dilihat
FacebookTwitterWhatsApp

Berita Terkait

Meluruskan Narasi Negatif “Calon Tunggal”, Menuju Perhelatan Kontestasi Pilkada Bangkalan

Meluruskan Narasi Negatif “Calon Tunggal”, Menuju Perhelatan Kontestasi Pilkada Bangkalan

9 bulan yang lalu
90
Efek Elektoral Dukungan Demokrat Ke Prabowo

Efek Elektoral Dukungan Demokrat Ke Prabowo

2 tahun yang lalu
32
Perlunya Suksesi Kekuasaan

Perlunya Suksesi Kekuasaan

2 tahun yang lalu
49
Pastikan Kita Punya Urgensi Dan Alasan Yang Kuat Untuk Mengubah Sistem Pemilu

Pastikan Kita Punya Urgensi Dan Alasan Yang Kuat Untuk Mengubah Sistem Pemilu

2 tahun yang lalu
35
Moral Politik Transaksional

Moral Politik Transaksional

2 tahun yang lalu
37
Kurikulum Merdeka dan Teori Transmisi Kurikulum di Sekolah Kejuruan

Kurikulum Merdeka dan Teori Transmisi Kurikulum di Sekolah Kejuruan

2 tahun yang lalu
149
Berikutnya
Alasan Khotbah Jumat di Masjid BUMN Hanya Akan Diisi Mubaligh NU

Alasan Khotbah Jumat di Masjid BUMN Hanya Akan Diisi Mubaligh NU

  • Redaksi
  • Pedoman
  • Hubungi
  • Karir
  • Iklan
  • Policy
  • Disclaimer

© 2019 @Penanews.id All Rights Reserved

  • Nasional
  • Nusantara
  • Madura
  • Jatim
  • Wisata & Kuliner
  • Olahraga
  • Tekno
  • Ekonomi
  • Opini
  • Jepret

© 2021 Penanews.id All right reserved.