Oleh: Eduardo Galeano
“Apa yang menjadi musuh utama kita? Diktator militer? Borjuasi Bolovia? Imperialisme? Bukan! Bukan itu semuanya, puan-puan, tuan-tuan! Saya mau menyampaikan dan menegaskan kepada kamu semua, bahwa lawan kita adalah rasa takut! Ketakutan adalah musuh utama yang selama ini ada dan dipelihara di dalam diri kita”.
Hal itu dinyatakan oleh Domitila di atas sebuah drum minyak di pertambangan timah Catavi. Dia bersama empat perempuan lainnya diiringi oleh duapuluhan anak-anak mereka menuju ibukota, yang untuk pertama kalinya mereka kunjungi.
Pada hari Natal mereka mulai mogok makan. Tak seorangpun peduli dan percaya kepada mereka. Bahkan ada beberapa orang yang menganggap tindakan mereka sekedar guyonan yang aneh, sama sekali tidak lucu. Ada orang yang berkomentar: “Jadi, lima betina itu mau nendang diktator militer? Cem-macem! Cem mana pula itu. Apa mereka kira kalau mereka bisa nendang bola sepak, mereka bisa nendang pula diktator militer? Bah!”
Romo Luis Espinal adalah orang pertama yang bergabung dengan mereka. Dan tak berapa lama kemudian sekitar seribulimaratusan orang melakukan mogok makan di seluruh Bolivia.
Bagi lima perempuan itu, seperti juga kebanyakan keluarga buruh pertambangan di Bolivia, kelaparan adalah bagian hidup mereka. Sejak mereka lahir, yang pertama mereka hadapi adalah kondisi kelaparan.
Dari keadaan seperti itulah lalu mereka dengan penuh daya hidup mereka tertawakan semuanya dengan penuh humor, betapapun pahitnya: “Lihat, betapa nikmatnya sup ayam ini, dan daging serta sosis berwarna merah ini sungguh merangsang nafsu makan saya”.
Padahal sesungguhnya di hadapan mereka hanya air hangat dengan beberapa butir garam, dan mereka makan sambil tertawa.
Beberapa waktu kemudian peserta mogok makan bertambah berlipat ganda, menjadi tiga ribu, sepuluh ribu, sampai seluruh Bolovia tak lagi bisa dihitung. Dan mereka melakukan mogok kerja. Tak seorangpun yang mampu membendung gerakan mereka. Pada hari keduapuluhtiga mereka turun ke jalanan.
Dan lima perempuan itu menjatuhkan rejim diktator militer.
*) Esai ini dinukil dari buku Century of the Wind, hal 244 karya Eduardo Galeano