Penanews.id, JAKARTA – Pengadilan tinggi Malaysia memerintahkan bekas Perdana Menteri Najib Razak memulai hukuman penjara 12 tahun pada Selasa, 23 Agustus 2022.
Pengadilan memutuskan Najib Razak bersalah atas skandal korupsi multi-miliar dolar di dana negara 1Malaysia Development Berhad (1MDB).
Selain menolak banding terakhir Najib Razak, pengadilan tinggi negara itu juga menolak permintaannya untuk penangguhan hukuman.
Najib, 69, dinyatakan bersalah oleh pengadilan yang lebih rendah pada Juli 2020 atas sejumlah tuduhan yaitu pelanggaran kepercayaan kriminal, penyalahgunaan kekuasaan, dan pencucian uang. Ia secara ilegal dituduh menerima sekitar US$ 10 juta dari SRC International, bekas unit 1MDB.
Eks PM Malaysia Najib Razak mengaku tidak bersalah. Di pengadilan, ia dijatuhi hukuman 12 tahun penjara dan denda 210 juta ringgit atau sekitar US$ 46,84 juta.
Ketua Hakim Tengku Maimun Tuan Mat mengatakan pengadilan dengan suara bulat menolak banding Najib Razak.
“Pembelaan itu secara inheren tidak konsisten dan luar biasa sehingga tidak menimbulkan keraguan yang masuk akal atas kasus ini. Kami juga menemukan bahwa hukuman yang dijatuhkan tidak berlebihan,” katanya.
Pengadilan sebelumnya telah menolak upaya terakhir Najib Razak untuk mencegah putusan akhir dengan meminta pencopotan hakim agung dari panel.
Berbicara di pengadilan beberapa saat sebelum putusan akhir disampaikan, Najib mengatakan dia adalah korban ketidakadilan. Dia meminta dua bulan lagi bagi pengacara barunya untuk mempersiapkan banding.
“Perasaan terburuk harus menyadari bahwa kekuatan peradilan disematkan kepada saya dengan cara yang paling tidak adil,” kata Najib Razak kepada pengadilan.
Jaksa mengatakan sekitar US$ 4,5 miliar dicuri dari 1MDB, yang didirikan bersama oleh Najib selama tahun pertamanya sebagai perdana menteri pada 2009.
Para penyelidik mengatakan mereka telah melacak lebih dari US$ 1 miliar uang 1MDB ke rekening yang terkait dengan Najib.
Skandal yang meluas telah melibatkan pejabat dan lembaga keuangan di seluruh dunia. Skandal ini mendorong Departemen Kehakiman AS untuk membuka apa yang menjadi penyelidikan kleptokrasi terbesarnya.
Eks PM Malaysia Najib Razak menghadapi beberapa persidangan atas tuduhan tersebut. Ia secara konsisten membantah melakukan kesalahan.
EMbe/tempo.co