
Penanews.id, JAKARTA – Pemerintah Indonesia terlihat sudah lelah menghadapi kreativitas warga negaranya dalam meramu nama anak.
Imajinasi masyarakat yang tanpa batas membuat petugas dinas kependudukan dan catatan sipil (Dukcapil) di bawah naungan Kemendagri jadi kelimpungan dan butuh bantuan.
Pada April 2022, bantuan itu datang dalam wujud Permendagri No. 73/2022 tentang Pencatatan Nama pada Dokumen Kependudukan.
Lewat beleid ini, pemerintah membuat aturan main agar orang tua di masa mendatang tak lagi bikin pusing petugas dukcapil tersayang dengan nama-nama “nyeleneh”.
Masalahnya ada satu kelompok nama yang menjadi korban kebijakan anyar ini. Mereka tak bersalah namun harus kalah. Tak menyusahkan namun jadi korban. Mereka adalah orang-orang yang memiliki satu kata saja sebagai nama.
Warga dengan nama satu saja semacam ini terancam punah di masa depan, karena Pasal 4 ayat 2 dari Permendagri mengatur bahwa jumlah minimal kata pada nama seseorang adalah dua. Warga dari etnis Jawa dan Tionghoa tercatat sering memiliki keluarga yang namanya dari satu kata saja.
Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kemendagri, Zudan Arif Fakrullah, mengatakan aturan ini tidak berlaku surut. Meski demikian, efeknya akan dirasakan pada anak-anak yang lahir sesudah Mei 2022.
“Bila sudah punya nama sebelum Permendagri ada, maka tetap berlaku nama tersebut,” ujar Zudan dilansir vice.com.
Artinya, apabila ada anak dengan nama satu kata yang akan membuat KTP dalam waktu dekat, ia tetap bisa menggunakan nama tersebut karena nama itulah yang tercatat di dokumen catatan sipil sebelumnya. Generasi alpha berpeluang menjadi generasi terakhir pemilik nama satu kata di Tanah Air.
Merujuk arsip yang digali VICE, baru dua kali pemerintah Indonesia mencoba mengatur-atur nama orang Indonesia. Dulu, Keppres 240/1967 dari era “asimilasi paksa” sempat mengatur agar orang Tionghoa-Indonesia tak lagi memakai “nama-nama Cina”. Aturan ini membuat hingga sekarang banyak Chindo punya dua nama sekaligus, Indonesia dan Tionghoa.
Bagaimanapun, salah satu aturan dalam Permendagri 73/2022 ini turut menyebut orang tua di Indonesia tak boleh lagi memberi nama anak lebih dari 60 karakter.
Kita bisa membayangkan rasa bingung petugas dukcapil di Tuban, Jawa Timur, pada 2021, kala menghadapi sepasang suami-istri yang berjuang mendaftarkan nama anaknya secara utuh ke negara: Rangga Madhipa Sutra Jiwa Cordosega Akre Askhala Mughal Ilkhanat Akbar Sahara Pi-Thariz Ziyad Syaifudin Quthuz Khoshala Sura Talenta. Resolusi terjadi kala kedua orang tua rela memotong nama menjadi “cuma” lima kata saja.
EMbe