Penanews.id, JAKARTA – Anggota Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat dari Partai NasDem, Taufik Basari, mendesak Kepolisian Republik Indonesia menghapus praktik penyiksaan dalam proses penegakan hukum.
Taufik mengatakan Indonesia telah meratifikasi Konvensi Menentang Penyiksaan serta Perlakuan dan Penghukuman Kejam, Tidak Manusiawi, dan Merendahkan Martabat Lainnya dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1998.
“Negara wajib memastikan tidak adanya praktik penyiksaan dalam proses hukum di negeri ini,” kata Taufik dalam keterangan tertulis, Jumat malam, 26 Juni 2020, sekaligus memperingati Hari Anti Penyiksaan Internasional.
Menurut Taufik, program ‘Promoter’ alias profesional, modern, dan terpercaya Polri akan terlihat dari keberhasilan memastikan dihentikannya praktik penyiksaan dalam setiap proses hukum.
Polri juga harus menindak tegas oknum pelaku penyiksaan serta membangun sistem dan kultur yang menjamin praktik tersebut tak terjadi. “Tanpa itu semua program promoter tidak ada artinya,” kata Taufik.
Taufik mengatakan kasus penyiksaan masih saja terjadi di beberapa tempat. Merujuk hasil pemantauan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), selama periode Juli 2019 hingga Mei 2020 tercatat ada 62 praktik penyiksaan, 48 di antaranya dilakukan oleh Kepolisian.
Padahal, sudah ada Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia yang memberikan larangan terhadap praktek penyiksaan.
ADVERTISEMENT
“Peraturan internal saja tidak cukup, harus diikuti dengan pembangunan sistem dan perbaikan kultur untuk mencegah terjadinya tindakan penyiksaan,” kata Taufik.
Maka dari itu, Taufik mengatakan ke depannya ia akan mendorong revisi Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Ia berujar revisi itu menekankan perbaikan hukum acara pidana.
“Diharapkan mampu mencegah praktek penyiksaan dalam proses hukum.”
Sumber: tempo.co