penanews.id, JAKARTA – Peneliti transportasi dari Universitas Katolik Soegijapranata, Djoko Setijowarno, menjelaskan bahwa warga dapat menuntut apabila mengalami kecelakaan akibat jalan rusak.
Aturan tersebut tertuang Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ), yakni UU 22 tahun 2009.
Tuntutan tersebut, kata Djoko, bisa ditujukan ke pihak yang memegang tanggung jawab atas lokasi jalan yang rusak, seperti Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kota.
“Jalan nasional oleh Kementerian PUPR, jalan provinsi oleh pemerintah provinsi, jalan kabupaten atau kota dan jalan desa oleh pemerintahan kabupaten (pemkab) atau pemerintahan kota (pemkot), jalan tol oleh badan usaha jalan tol,” kata Djoko kepada Tirto pada Rabu (14/11/2018).
Menurut dia, penyelenggara jalan wajib membenarkan jalan yang rusak serta memberikan tanda atau rambu untuk mencegah kecelakaan.
Ia mengatakan, dalam UU Lalu Lintas juga mencatat bahwa penyelenggara yang tidak segera memperbaiki jalan sehingga menyebabkan kecelakaan lalu lintas dapat terkena sanksi.
Untuk kecelakaan dengan korban yang mengalami luka ringan, sanksi berupa pidana penjara paling lama 6 bulan atau denda paling banyak Rp 12 juta.
Apabila korban mendapatkan luka berat, akan dikenakan hukuman pidana maksimal satu tahun atau denda paling banyak Rp 24 juta. Bila sampai mengakibatkan meninggal dunia, maka pidana penjara maksimal 5 tahun atau denda maksimal Rp 120 juta.
Warga Bisa Laporkan Bila Temukan Kerusakan Jalan Saat ditanyakan mengenai bentuk tanggung jawab apabila ada kecelakaan, Kepala Biro Komunikasi PUPR Endra Atmawidjaja, mengatakan bahwa hal tersebut bukan sepenuhnya tanggung jawab pihaknya.
“Kalau terjadi kecelakaan tidak serta-merta menjadi tanggung jawab Bina Marga (PUPR). Seharusnya yang menyediakan asuransi kecelakaan kan Jasa Raharja,” ujarnya kepada Tirto pada Rabu (14/11/2018). (EMBE)