
Penanews.id, BANGKALAN— Dalam upaya membumikan nilai-nilai kebangsaan, Anggota MPR RI, Hasani bin Zuber, kembali menggelar kegiatan Sosialisasi Empat Pilar MPR RI di Kabupaten Bangkalan, 26 Februari 2025. Kali ini dengan pendekatan tematik yang menyentuh aspek spiritual dan sejarah perjuangan umat Islam.
Mengusung tema “Empat Pilar dalam Perspektif Sejarah Keislaman dan Perjuangan Ulama,” kegiatan ini menghadirkan puluhan tokoh agama, santri, hingga tokoh masyarakat.
Hasani menegaskan bahwa empat pilar kebangsaan—Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan Bhinneka Tunggal Ika—bukanlah konsep asing atau sekuler yang bertentangan dengan Islam. Justru sebaliknya, nilai-nilai tersebut memiliki titik temu yang sangat kuat dengan ajaran Islam dan sejarah perjuangan para ulama Nusantara.
“Kalau kita membuka kembali catatan sejarah, para ulama bukan hanya pendakwah, tapi juga arsitek kemerdekaan. Pancasila, misalnya, dirumuskan dengan semangat musyawarah yang melibatkan tokoh-tokoh Islam dalam BPUPKI. Bahkan sila pertama ‘Ketuhanan Yang Maha Esa’ adalah bentuk kompromi luhur antara semangat Islam dan semangat kebangsaan,” ujar Hasani.
Dalam paparannya, Hasani menyebut peran penting KH. Wahid Hasyim, KH. Abdul Wahab Hasbullah, KH. Agus Salim, hingga tokoh Muhammadiyah seperti Kasman Singodimedjo yang turut membentuk dasar konstitusi negara.
Mereka menjaga agar nilai-nilai Islam tetap hadir dalam struktur kenegaraan, namun tetap menjunjung tinggi persatuan dan keberagaman bangsa.
“UUD 1945 mengandung banyak prinsip Islam, seperti keadilan sosial, penghormatan terhadap hak asasi manusia, serta pentingnya musyawarah dalam pengambilan keputusan. Ini semua tidak asing dalam tradisi fiqh dan siyasah Islamiyah,” tambahnya.
Lebih lanjut, Hasani menjelaskan bahwa NKRI adalah hasil ijtihad para ulama. Fatwa Resolusi Jihad oleh Hadratussyekh KH. Hasyim Asy’ari pada 22 Oktober 1945 adalah bukti nyata bahwa membela tanah air adalah bagian dari jihad fi sabilillah. Saat itu, para santri dan ulama turun langsung ke medan perang demi mempertahankan kemerdekaan.
Bhinneka Tunggal Ika, menurut Hasani, juga tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Islam mengakui perbedaan sebagai bagian dari kehendak Tuhan.
“Dalam Al-Qur’an, Allah menyebut bahwa perbedaan suku dan bangsa adalah untuk saling mengenal, bukan saling bermusuhan. Ini sejalan dengan semangat Bhinneka Tunggal Ika,” jelasnya, mengutip QS. Al-Hujurat ayat 13.
Acara berlangsung khidmat dan penuh antusiasme. Dalam sesi tanya jawab, para peserta menanyakan isu-isu aktual seperti radikalisme, intoleransi, dan peran pemuda muslim dalam menjaga keutuhan bangsa.
Hasani menjawab bahwa tantangan-tantangan itu harus dihadapi dengan pendekatan keislaman yang moderat, rahmatan lil ‘alamin, dan tetap menjunjung tinggi empat pilar kebangsaan.
“Jangan mau dipisahkan antara cinta agama dan cinta tanah air. Keduanya harus berjalan beriringan. Menjadi muslim yang baik adalah juga menjadi warga negara yang baik,” pungkasnya.
Melalui pendekatan ini, Hasani berharap nilai-nilai Empat Pilar bisa lebih diterima secara mendalam oleh kalangan pesantren, majelis taklim, dan umat Islam secara umum, bukan sekadar sebagai wacana politik, tetapi sebagai nilai hidup yang diwariskan oleh para ulama dan pejuang bangsa. EMbe