Penanews.id, JAKARTA – Kasus kecelakaan lalu lintas mahasiswa UI berinisial HAS yang melibatkan purnawirawan Polri, AKBP Eko Setio Budi Wahono tengah ramai disoroti publik.
Kecelakaan itu terjadi di daerah Srengseng Sawah, Jagakarsa, Jakarta Selatan pada 6 Oktober 2022. HAS meninggal dunia akibat kecelakaan itu dan dimakamkan pada 7 Oktober 2022 lalu.
Berikut beberapa poin terkait kasus mahasiswa UI ini.
Jadi tersangka karena dianggap lalai
Dirlantas Polda Metro Jaya Kombes Latif Usman menjelaskan alasan HAS dijadikan tersangka karena kelalaian sendiri, bukan karena kelalaian Eko.
“Kenapa dijadikan tersangka ini, dia kan yang menyebabkan, karena kelalaiannya menghilangkan nyawa orang lain dan dirinya sendiri, karena kelalaiannya jadi dia meninggal dunia,” ucap Latif kepada wartawan, Jumat (27/1).
Pihak kepolisian menjelaskan kecelakaan terjadi ketika cuaca dalam kondisi hujan dan jalanan licin. Korban disebut melajukan sepeda motornya dengan kecepatan 60 km/jam.
Selanjutnya, tiba-tiba ada kendaraan di depan HAS yang ingin berbelok ke kanan. Oleh karena itu, HAS melakukan pengereman mendadak.
Kendaraan korban pun tergelincir. Lalu, kendaraan korban berpindah lajur ke jalan yang berlawanan arah.
Polisi mengatakan pada saat yang sama Eko tengah mengendarai mobilnya di lajur tersebut dengan kecepatan 30 km/jam. Menurut polisi, Eko sudah tak bisa menghindar. Sehingga, motor korban menabrak kendaraan Eko.
“Nah, Pak Eko dalam waktu ini sudah tidak bisa menghindari karena sudah dekat. Jadi memang bukan terbentur dengan kendaraan Pajero, tapi jatuh ke kanan diterima oleh Pajero, sehingga terjadilah kecelakaan,” kata Latif.
Keluarga ungkap ada mediasi
Ibu HAS, Dwi Syafiera Putri mengungkap pernah menjalani mediasi yang digelar pihak kepolisian terkait kasus kecelakaan anaknya.
“Sudah ada beberapa kali mediasi, salah satunya mediasi yang diprakasai oleh pihak kepolisian. Kami dipertemukan, maksudnya polisi dipertemukannya kami dengan pihak pelaku di Subdit Gakkum Pancoran,” ungkap perempuan yang disapa Ira ini saat ditemui di Sekretariat ILUNI UI, Kampus UI Salemba, Jakarta Pusat, Jumat (27/1).
Ira didampingi Kuasa Hukum Keluarga HAS, Gita Paulina bersama lima orang lainnya saat itu. Namun, Ira mengatakan polisi memisahkannya dengan pihak kuasa hukum.
Selama proses mediasi berlangsung, Ira merasa seperti disidang oleh pihak kepolisian.
“Jadi kami di dalam ruangan itu, menurut kami ya, menurut saya yang memang merasakan kejadian itu, kami serasa di sidang,” tutur Ira.
Ditawari damai
Dalam proses mediasi antara pihak polisi dan keluarga, Ira menjelaskan mediasi turut dihadiri beberapa petinggi kepolisian.
Dia mengaku polisi sempat memintanya untuk berdamai dengan dalih posisi sang anak yang lemah.
“Ada beberapa petinggi polisi, mohon maaf saya harus menyebutkan itu, meminta kami untuk berdamai. ‘Udah Bu damai aja, karena posisi anak ibu sangat lemah’. Saya bilang kenapa? Saya bilang itu posisi anak saya meninggal dunia, kenapa jadi yang lemah, gimana dengan si pelaku yang nabrak ini?” jelas Ira.
Ira rapuh usai mendengar permintaan damai itu sambil dia menahan air matanya selama berhadapan dengan para petinggi polisi yang hadir.
Ia mencari cara untuk bertemu dengan kuasa hukumnya dengan mengatakan ingin keluar dari ruangan tempat mediasi tersebut.
“Saya mau keluar, saya udah enggak melihat bahwa bapak-bapak itu adalah berpangkat, mohon maaf sekali,” sebut Ira.
Usai keluar, Ira dapat bertemu dengan tim kuasa hukumnya dan menangis di hadapan Gita.
Setelahnya, terjadilah perdebatan antara tim kuasa hukum keluarga dengan polisi.
Ira menegaskan pihaknya tidak akan mau diajak berdamai dan bakal menolak apabila kembali dibujuk untuk mediasi.
“Dari kami, kami adalah orang tuanya. Apapun mediasi yang mereka usulkan akan kami tolak. Berapapun peluang yang dia usulkan akan kami tolak. Kami tetap akan maju,” jelas Ira.
Polisi sebut keluarga dapat ajukan praperadilan
Polda Metro Jaya mempersilakan keluarga HAS mengajukan praperadilan apabila tak puas dengan hasil penyelidikan kasus ini.
“Dalam proses ini kalau pihak sana (keluarga HAS) belum puas bisa mengajukan praperadilan,” kata Latif.
Upaya praperadilan, jelas Latif, dapat dilakukan jika pihak keluarga HAS menemukan bukti baru terkait kasus kecelakaan tersebut.
Keluarga akan lakukan upaya hukum
Ira mengaku kecewa almarhum anaknya ditetapkan sebagai tersangka oleh kepolisian. Karenanya, pihak keluarga memastikan bakal melakukan upaya hukum terkait kecelakaan yang merenggut nyawa HAS itu.
“Kecewa, udah pasti. Marah, mau marah sama siapa? Kami cuma ingin prosesnya berjalan transparan. Jikalau proses itu harus dimulai dari awal lagi, kami siap. Asal transparan dan semuanya terlihat jelas. Jadi kami tahu siapa sih sebenarnya tersangka itu,” tegas Ira.
Selain itu, Ira mengatakan pihaknya menginginkan perkara ini dapat sampai di tahap pengadilan.
“Kalau harus dibuktikan di pengadilan, ayo kita maju di pengadilan. Apapun keputusannya di pengadilan,”jelas Ira.
Gita selaku pengacara pihak keluarga HAS memastikan pihaknya akan mengambil upaya hukum dalam kasus ini.
“Ya, praperadilan itu kan salah satu komponen yang bisa dilakukan. Tadi saya sempat state (pernyataan) bahwa kita nanti akan ada tindakan upaya hukum,” ujar Gita.
Kendati demikian, Gita mengaku masih belum bisa merinci upaya hukum apa yang akan dilakukan pihaknya, sebab masih menggali sejumlah temuan terkait kasus ini.
EMbe/ CNN Indonesia