Penanews.id, JAKARTA – Polri memutuskan tak menahan Putri Chandrawati dengan alasan kemanusiaan yaitu masih punya anak Balita.
Putri adalah istri Ferdy Sambo Mantan Kadiv Propam Polri. Keduanya telah ditetapkan sebagai tersangka kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Yosua, ajudan mereka sendiri.
Dilansir tirto.id, Langkah penyidik tidak menahan Putri dikritik Ketua Indonesia Police Watch (IPW), Sugeng Teguh Santoso. Ia sebut Polri bertindak diskriminatif dengan tidak menahan istri Sambo tersebut.
Sebab, kata Sugeng, dalam banyak kasus perempuan berhadapan dengan hukum, polisi tetap melakukan penahanan meskipun perempuan tersebut memiliki anak kecil.
“Masyarakat juga melihat tindak diskriminasi yang dilakukan oleh penyidik timsus dengan tidak menahan atas alasan kemanusiaan. Karena banyak perkara lain seorang tersangka perempuan yang memiliki anak tetap ditahan. Contohnya Baiq Nuril, kemudian beberapa tersangka lain,” kata Sugeng saat dihubungi reporter Tirto.
Karena itu, kata Sugeng, IPW mendesak penyidik untuk segera melakukan penahanan terhadap Putri Candrawathi. Pasalnya, Putri dinilai tak kooperatif dalam proses penyidikan.
“Penyidik dari timsus harus segera menahan Ibu Putri sebagai tersangka. Karena perkembangan lebih lanjut dari 2 perkembangan terakhir, rekonstruksi dan konfrontasi, mengindikasikan Ibu Putri tidak kooperatif. Adanya konfrontasi menunjukkan bahwa keterangan Ibu Putri berbeda dengan keterangan saksi-saksi dan tersangka yang lain,” kata Sugeng.
Dengan adanya keterangan yang berbeda ini, kata Sugeng, menunjukkan bahwa Putri tidak kooperatif. “Bagi seorang tersangka yang tidak kooperatif terdapat cukup alasan bagi penyidik untuk menahan,” kata Sugeng.
Hal senada diungkapkan peneliti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Maidina Rahmawati. Ia menilai Polri tebang pilih dalam mengambil keputusan untuk menahan perempuan yang berhadapan dengan hukum.
“Pertimbangan kemanusiaan, pertimbangan gender ini ada di kasus Ibu PC, tapi apakah terjadi juga di kasus lainnya? Enggak. Banyak sekali laporan bahwa memang ibu degan kondisi hamil, dengan beban pengasuhan, dengan anak bahkan tetap ditahan dan akhirnya hidup mereka dalam kondisi tidak manusiawi dikirim ke penjara,” kata Maidina dilansir Tirto.
Mengkritisi Akuntabilitas Aturan dan Paradigma Penahanan Kondisi tebang pilih yang dilakukan Polri, kata Maidina, tidak lepas dari bobroknya akuntabilitas aturan penahanan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
“Hukum acara pidana kita, apalagi hukum penahanan tidak ada akuntabilitasnya karena polisi yang bisa nentuin dia ditahan atau enggak. Polisi juga yang memeriksa. Polisi juga yang bertanggung jawab atas tahanannya, sehingga ini tidak akuntabel sistemnya,” kata Maidina.
Untuk itu, kata Maidina, pihaknya mendorong revisi KUHAP termasuk juga revisi aturan penahanan supaya terhindar dari subjektivitas penyidik.
“Dan kami sudah dorong revisi KUHAP, salah satu poin besarnya adalah tentang revisi aturan tentang penahanan. Bahwa harus ada hakim pemeriksaan pendahuluan yang memeriksa kebutuhan untuk menahan atau tidak menahan seseorang. Karena selama ini sangat subjektif dan tidak akuntabel,” kata dia.
EMbe