Penanews.id, JOMBANG – Moch. Subchi Azal Tsani (42) atau akrab disapa Bechi, adalah putra dari K.H. Muhammad Mukhtar Mukthi, pemilik Pondok Pesantren Majma’al Bahrain Shiddiqiyyah di Kabupaten Jombang, Jawa Timur. Tersangka kasus pemerkosaan santriwati ini masih belum bisa ditangkap meski sudah masuk Daftar Pencarian Orang (DPO) sejak 13 Januari 2022.
Upaya penangkapan terakhir pada Minggu 3 Juli 2022 pun masih gagal. Bechi berhasil lolos dari sergapan polisi saat aparat melakukan penghadangan di Jalan Sambong Dukuh, Jombang. Dari tiga mobil yang coba disergap di tengah jalan, dua mobil lolos dan berhasil kembali masuk ke area pesantren, termasuk mobil yang diduga kuat ditumpangi Bechi.
Polisi lalu menerjunkan tim untuk bernegosiasi dengan pihak pesantren meski akses masuk pesantren dijaga ketat massa. Ratusan personel bersenjata juga mengepung ponpes tersebut. Cara tersebut rupanya gagal juga. Belakangan, beredar video bahwa di dalam pesantren, Kapolres Jombang Moh. Nurhidayat justru diceramahi oleh ayah tersangka, sekaligus pemimpin pesantren, Kiai Muhammad Muchtar Mu’thi.
Kiai sepuh itu mengatakan anaknya hanyalah korban fitnah konflik keluarga dan meminta polisi pulang. “Masalah fitnah ini masalah keluarga. Untuk itu, kembalilah ke tempat masing-masing, jangan memaksakan diri mengambil anak saya yang kena fitnah ini. Semuanya itu adalah fitnah, Allahu akbar!” ujar Mu’thi dalam video, disambut gemuruh takbir dari jamaah.
Bechi dilaporkan ke Polres Jombang pada 2019 oleh seorang perempuan yang mengaku telah diperkosa si putra kiai. Pemerkosaan terjadi pada 2017, saat itu korban sedang diwawancarai pelaku dalam rangka rekrutmen relawan kesehatan di Rumah Sehat Tentrem Medical Center (RSTMC). Bechi adalah pendiri sekaligus pemilik perusahan rokok herbal bermerek Sehat Tentrem.
Menurut korban, pemerkosaan dilakukan dengan modus transfer “ilmu metafakta”. Korban, yang merupakan alumni Ponpes Majma’al Bahrain Shiddiqiyyah, sempat melapor kepada Kiai Muchtar, pemimpin pondok yang juga ayah Bechi. Namun, laporan itu tak berbuah hasil.
Pada November 2019, Polres Jombang menetapkan Bechi sebagai tersangka. Seorang pendamping korban mengatakan kepada Tirto, setidaknya ada tiga laporan di Polres Jombang yang menuding Bechi melakukan kekerasan seksual. Dua laporan lainnya terkait korban berusia anak.
Keluarga dan petinggi pesantren konsisten melawan putusan hukum sejak awal kasus ini. Melalui kuasa hukumnya, Bechi sempat melakukan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri (PN) Surabaya pada Desember 2021 dan PN Jombang pada Januari 2022. Keduanya ditolak. Hakim memutuskan bukti yang dihadirkan penyidik sudah lengkap.
Kiai Mukhtar dan petinggi pondok pesantren membingkai kasus ini sebagai “serangan pada pondok pesantren”. Diduga, warga pesantren digerakkan untuk melindungi pelaku dari penangkapan. Misalnya, saat penyidik Polda Jatim bermaksud menyerahkan surat panggilan pada Januari 2022, massa menghadang sehingga surat tidak jadi diserahkan secara langsung.
Saat itu, Juru Bicara Pesantren Joko Herwanto mengatakan bahwa pihaknya yakin ada “oknum-oknum” yang memaksakan kasus ini sehingga mereka harus mempertahankan pesantren dari upaya “rekayasa permasalahan” ini.
Pada pernyataan terbarunya, Kapolres Jombang Nurhidayat menyanggah hal itu. Ia mengatakan penyidikan kasus pencabulan oleh Bechi tidak dihubung-hubungkan dengan pondok pesantren.
“Ini sering kami sampaikan dengan harapan tidak melebar lagi, permasalahan pribadi ini disangkutpautkan dengan lembaga pondok. Ini sangat sayang sekali. Saya jujur saja berlarut-larutnya kasus ini kan dari pihak tersangka mengatasnamakan seolah-olah kriminalisasi pondok. Padahal, itu permasalahan individu,” kata Nurhidayat dilansir Detik, Rabu (6/7).
Ia juga menekankan meski sudah diceramahin oleh bapak tersangka, Polda Jatim akan terus melanjutkan kasus ini. Nurhidayat menyebut sikapnya di video yang terlihat tunduk kepada sang kiai adalah bentuk sikap sopannya kepada ulama.
Berlarut-larutnya kasus pemerkosaan ini membuat tekanan muncul dari berbagai pihak. Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) K.H. Marzuki Mustamar mengatakan, penegakan hukum harus di atas segala-galanya.
“Sebaiknya diterapkan bahwa hukum tidak pandang bulu. Apa golongannya, apa status sosialnya. Mau kaya, miskin, pejabat, rakyat, tokoh dan bukan tokoh. Negara yang dalam hal ini penegak hukum kepolisian, kejaksaan, pengadilan, tidak boleh kalah dengan kelompok atau apa pun,” ujarnya kala menghadiri perayaan Hari Bhayangkara ke-76 di Mapolda Jatim, dilansir Berita Jatim.
Sampai artikel ini ditayangkan, Bechi diduga kuat masih bersembunyi di dalam Ponpes Majma’al Bahrain Shiddiqiyyah.
Sumber: vice.com