Penanews.id, JAKARTA – Kehadiran Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko dalam pusaran konflik di internal Partai Demokrat bukanlah sebuah kebetulan.
Dalam siaran pers terbaru, DPP Partai Demokrat membeberkan fakta bahwa Moeldoko telah lama berambisi menjadi presiden. Ambisi itu bahkan telah muncul sejak dia menjabat panglima TNI aktif.
Berikut salinan siaran pers DPP Partai Demokrat yang diterima Redaksi Penanews.is.
1. Konstruksi besar dari persoalan yang terjadi di Partai Demokrat ini, dimulai dari ambisi seorang KSP bernama Moeldoko, yang ingin sekali menjadi Presiden.
KSP Moeldoko adalah seorang petualang politik, sejak beliau melakukan Operasi Sajadah ketika menjadi
Pangdam III Siliwangi.
Lalu dimasukan kotak menjadi Wagub Lemhannas. Sedangkan ambisi menjadi Presiden ini, pertama kali muncul pada 2014.
Ada seorang pengusaha nasional yang menghadap Presiden SBY dan meminta restu Pak SBY, agar PD mengusung Moeldoko sebagai Calon Presiden. KSP Moeldoko saat itu masih perwira aktif dan baru saja diangkat menjadi Panglima TNI.
2. Pada bulan Mei 2015, pagi-pagi sekali dengan menggunakan seragam dinas Panglima TNI,
Moeldoko datang ke Cikeas. Hari itu, Pak SBY akan berangkat ke Surabaya untuk melakukan
Kongres Partai Demokrat.
Pak SBY berpikir, tentulah ada sesuatu yang sangat penting dan mendesak, atau darurat, seorang Panglima TNI aktif dengan seragam dinas, menghadap seorang mantan Presiden, mantan Panglima Tertinggi, pada pagi-pagi hari sekali.
Ternyata, pesannya tidak sepenting dan semendesak yang diduga. Moeldoko hanya mengatakan:
“Pak, tolong kalau Bapak terpilih lagi sebagai Ketua Umum, agar Bapak mengangkat Marzuki Alie sebagai Sekjen nya.”
Pak SBY marah. Beliau marah, bukan saja karena
Moeldoko yang adalah Panglima TNI aktif telah melanggar konstitusi dan undang-undang dengan melakukan politik praktis dan intervensi.
tetapi beliau juga marah karena sebagai salah satu penggagas dan pelaksana reformasi TNI, pak SBY tidak rela TNI dikotori oleh ambisi pribadi yang ingin berkuasa dengan cara-cara yang melanggar aturan dan hukum.
3. Setelah pensiun dari TNI, Moeldoko datang lagi ke Cikeas. Meminta jabatan tinggi di kepengurusan Partai Demokrat. Pak SBY sampaikan, kalau gabung dengan PD beliau mempersilakan. Kalau soal jabatan Ketua Umum, itu ada mekanismenya melalui Kongres.
4. Tak puas dengan jawaban itu, KSP Moeldoko berusaha untuk menjadi Ketua Umum pada partai-partai lainnya. Bahkan, salah satu mantan Wakil Presiden bercerita, beliau
didatangi oleh KSP Moeldoko dan meminta dukungan untuk KSP Moeldoko bisa menjadi Ketua Umum di salah satu Partai Politik.
Lagi-lagi mantan Wakil Presiden ini juga menolaknya halus. Beliau katakan, untuk menjadi Ketua Umum itu ada mekanismenya melalui Kongres.
Memang soal kemampuan politik praktis, KSP Moeldoko ini agak diragukan kapasitasnya. Jangankan menjadi Ketua Umum Partai Politik, menjadi Ketua Umum PSSI saja kalah.
Buktinya, beliau dikalahkan oleh yunior empat tahun dibawahnya, yakni pak Edy Rahmayadi, yang sekarang menjadi Gubernur Sumatera Utara.
6. Kami juga meragukan kemampuan intelijen KSP Moeldoko. Ada prinsip dasar di militer; setiap prajurit adalah insan intelijen. Hal ini mungkin tidak berlaku bagi KSP Moeldoko.
Atau bisa jadi, kemampuan intelijen beliau tumpul dan berkarat karena tertutup oleh ambisi dan hawa nafsunya akan kekuasaan.
Mengapa kami katakan demikian? Karena jika kemampuan intelijennya baik, ketika ada oknum kader demokrat bernama dokter hewan Johny Allen Marbun menawarkan KSP Moeldoko untuk menjadi Ketua Umum melalui KLB
(Kongres Luar Biasa), tentu saja KSP Moeldoko akan melakukan langkah-langkah intelijen.
Mulai dari pengumpulan keterangan hingga menilai informasinya, sehingga memiliki kemampuan untuk membaca peta politik dan peta kekuatannya. Apakah informasi dan tawaran itu A-1 atau tidak. Itu baru Jenderal yang benar.
Kalau ada jenderal mengaku doktor politik, tapi cuma modal nafsu melakukan KLB, lalu kalah dan tidak diakui oleh pemerintah, hal ini tentu saja mengecewakan. Men-downgrade kemampuan KSP, Panglima, jenderal bintang empat dan doktor politik.
Wajar kalau ada yang menilai KSP Moeldoko itu hanya punya nafsu berkuasa saja, tanpa melalui sebuah proses MDMP, atau Military Decision Making Process, atau Proses pengambilan keputusan, yang baik dan benar. Padahal hal-hal ini dipelajari oleh seluruh perwira militer ketika mengenyam pendidikan Sesko Angkatan.
7. Kami saja, sebuah partai politik, menggunakan kemampuan intelijen yang sepatutnya. Ketika ada rencana kudeta ini, kami lakukan proses pengumpulan keterangan. Kemudian kami cek, apakah informasi ini benar atau tidak. Bahkan, sebagaimana yang rekan-rekan wartawan ketahui, kami juga menulis surat kepada Presiden.
Tidak cukup itu, kami juga terus mengikuti pergerakan KSP Moeldoko. Sehari sebelum berangkat ke Deli Serdang, KSP
Moeldoko masih berkegiatan dengan Presiden di Banten. Ini yang membuat Presiden Jokowi juga berang.
Menurut informasi yang bisa kami percaya, KSP Moeldoko berangkat ke Deli Serdang tanpa izin Presiden. Meski sebelumnya KSP Moeldoko juga membantah
terlibat KLB, tapi kami diberi informasi bahwa beliau akan berangkat ke Deli Serdang dengan pesawat Garuda pada hari Jumat tanggal 5 Maret 2021.
Kenyataannya, meski sudah dipanggil beberapa kali oleh petugas Garuda di bandara, KSP Moeldoko tidak masuk
pesawat, dia berusaha melakukan pengelabuan. KSP Moeldoko ternyata menggunakan pesawat jet pribadi dari Halim Perdana Kusumah ke Medan, dengan transit terlebih dahulu di Batu Licin Kalimantan Selatan. Siapa intelijen kami? Rakyat. Karena kami, Partai Demokrat, Berkoalisi dengan Rakyat.
8. Selanjutnya, berdasarkan keterangan para saksi, jelas sudah bahwa yang hadir di KLB ilegal itu bukanlah pemilik suara yang sah. Mereka adalah para mantan kader PD dan bahkan banyak juga yang hadir adalah beberapa kader partai lain.
Motivasi para peserta KLB yang dilakukan di Deli Serdang itu tentu hanya sekedar imbalan uang saja. Janjinya akan diberi uang 100 juta rupiah. Nyatanya, hanya sekitar 30an orang yang diberi 100 juta.
EMbe