Oleh: Awang Dharmawan
(Dosen Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Negeri Surabaya dan Penggiat Forum Kajian Sosial “Merawat Akal Sehat”)
Televisi Republik Indonesia (TVRI) merupakan lembaga penyiaran publik, yang saat ini mengalami friksi di internal kelembagaan. Ribuan karyawan TVRI menyatakan mosi tidak percaya atas keputusan Dewan Pengawas terhadap pemecatan Helmy Yahya sebagai Direktur Utama.
Baca Juga:
Karakteristik lembaga penyiaran publik ini berbeda dengan lembaga penyiaran swasta seperti RCTI, SCTV, ANTV, Trans TV dan lainnya yang bersifat komersial.
Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 dijelaskan bahwa lembaga penyiaran publik yaitu lembaga penyiaran yang didirikan oleh negara, bersifat independen, netral, tidak komersial, dan berfungsi memberikan layanan untuk kepentingan masyarakat.
Sehingga isi siaran dalam TVRI harus mengandung informasi, pendidikan, hiburan, dan manfaat demi kepentingan publik.
Eksistensi TVRI sebenarnya terus menurun seiring kalah bersaing dalam industri penyiaran yang dikuasai oleh lembaga penyiaran swasta. Tolak ukur ini didasarkan bagaimana industri lembaga penyiaran mengutamakan semata-mata rating tayangan acara yang banyak ditonton oleh masyarakat.
Padahal segala bentuk yang populis tidak selalu baik. Rating televisi lebih banyak dikuasai oleh tayangan acara sinetron dan variety show yang kualitasnya rendah dan bahkan melanggar aturan dalam Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS).
Berdasarkan hasil Riset Indeks Kualitas Siaran Televisi Periode kedua Tahun 2019 yang dilakukan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menunjukkan bahwa seluruh kategori progam acara TVRI berkualitas, bahkan banyak yang mutunya melampaui program yang dimiliki oleh stasiun televisi swasta.
Ada delapan kategori program acara yang dinilai, yaitu kategori program berita, anak, religi, wisata dan budaya, sinetron, infotaiment, variety show, dan talk show.
KPI menentukan indikator penilaian dan menggunakan skala indeks 1,00 sampai 4,00 untuk menilai sampel kategori program acara dari seluruh stasiun TV nasional. Bagi KPI ketetapan program acara yang dikategorikan berkualitas minimal memiliki indeks 3,00.
Menariknya tiga kategori program acara TVRI mendapatkan indeks kualitas tertinggi dibandingkan lima belas stasiun TV swasta nasional. Adapun yang tertinggi pada kategori program acara berita TVRI mendapatkan indeks 3,50; kategori program acara anak TVRI dengan indeks 3,68 dan kategori program religi TVRI dengan indeks 3,40.
Sedangkan secara keseluruhan, ada tiga kategori program acara yang memiliki indeks tidak berkualitas dan TVRI tidak memiliki program acara pada kategori tersebut.
Tiga kategori program acara yang tidak berkualitas dilakukan oleh berbagai stasiun TV swasta nasional, yaitu kategori program variety show dengan indeks 2,52; kategori program sinetron dengan indeks 2,48; dan kategori program infotaiment 2,34. Ketiga kategori ini secara kualitas rendah, meskipun secara rating penonton akhirnya berada peringkat teratas.
Konflik diinternal TVRI yang berujung pemecatan Helmy Yahya sebagai Direktur juga perlu dilihat dalam skala yang lebih besar dan objektif. Kita semua tentu berharap bahwa TVRI dapat semakin eksis bersaing memberikan tayangan informasi, hiburan, dan pendidikan yang berkualitas dan menarik untuk ditonton. Tapi kita juga tidak berharap TVRI semata-mata terpaku pada rating tinggi yang dilandaskan pada kepentingan selera penonton saja.
Pernyataan Dewan Pengawas yang mempersoalkan tayangan liga Inggris dan menilai TVRI semakin mementingkan rating seperti lembaga penyiaran swasta juga perlu dicermati secara objektif dan tidak sepihak.
Dalam berita Kompas.com (22/1) yang berjudul Dewas TVRI Sebut Siaran Liga Inggris yang Dibeli Helmy Yahya Tak Sesuai Jati Diri Bangsa, dijelaskan bahwa Dewan Pengawas akhirnya menjadikan siaran Liga Inggris sebagai salah satu alasan atas permasalahan yang terjadi di TVRI.
Tayangan di TVRI tentu saja tidak hanya Liga Inggris, yang artinya untuk mengatakan TVRI semakin buruk harusnya juga mempertimbangkan hasil Riset Indeks Kualitas Siaran Televisi pada tahun 2019 yang dilakukan KPI bersama dua belas Perguruan Tinggi Negeri di Indonesia.
Bahkan berdasarkan riset sejak tahun 2018, bahwa siaran TVRI lebih berkualitas dibandingkan lima belas lembaga penyiaran swasta nasional yang ada di Indonesia.
Dalam pasal 36 UU Nomor 32 Tahun 2002, menerangkan bahwa lembaga penyiaran swasta dan lembaga penyiaran publik wajib memuat sekurang-kurangnya 60% mata acara yang berasal dari dalam negeri.
Sebenarnya TVRI sudah memenuhi komposisi aturan tersebut dan tidak ditemukan pelanggaran P3SPS, sehingga ini dapat menjawab kecemasan Dewan Pengawas yang mepermasalahkan program acara Liga Inggris dan Discovery Channel tidak sesuai dengan jati diri bangsa.
Persoalan penting yang dihadapi TVRI sebenarnya adalah bagaimana meningkatkan manajemen kelembagaan dan sumber daya manusia, sehingga TVRI dapat menyajikan siaran yang berkualitas dan menarik.
Di Inggris, lembaga penyiaran publiknya yaitu BBC TV dapat menerapkan kepentingan publik dan keuntungan media bisa jalan beriringan.
Berbagai artis Inggris yang populer di dunia seperti band Cold Play dan Muse, awal mulanya dibesarkan melalui BBC. Begitupun dengan warga Jepang yang rela membayar untuk menonton siaran publik dari stasiun TV NHK.
Kesadaran warga Jepang yang tinggi lebih didorong karena mereka merasa siaran NHK TV berkualitas dan perlu bagi dirinya. Dua stasiun TV publik itu dapat melakukan penguatan kepentingan masyarakat dan juga memiliki kekuatan finansial yang baik.
Sedangkan di Indonesia, TVRI dapat ditonton secara gratis tapi juga kalah bersaing dibandingkan lembaga penyiaran swasta. Pada dasarnya jalan yang ditempuh TVRI untuk menyiarkan program acara yang berkualitas adalah langkah yang sudah benar.
Persoalan lain menunggu untuk diselesaikan bersama antara pemerintah dan lembaga penyiaran, ketika tayangan berkualitas saja belum menjamin rating tinggi.
Sehingga ke depan selera tontontan masyarakat secara perlahan yang perlu diubah, dengan memutus rantai siaran tayangan yang tidak berkualitas dan hanya menyajikan siaran yang berkualitas.
Pekerjaan rumah yang lebih besar itu perlu dipikirkan oleh TVRI, Dewan Pengawas, lembaga penyiaran swasta, Komisi I DPR RI, KPI dan Kemenkominfo.