
Penanews.id,OPINI- Pasca menyatakan maju sebagai bakal Calon Bupati (Cabup) Bangkalan , Lukman Hakim, belakangan terus menjadi buah bibir khalayak publik.
Mantan Kepala Desa Katol Barat, Kacamatan geger, dua priode itu, maju sebagai bacabup berpasangan dengan Fauzan Djakfar, Mantan Ketua KPU Bangkalan, sebagai wakilnya.
Pasca munculnya pasangan yang mengusung tagline ‘Berbagi’, merebak isu Pilkada Bangkalan akan berlangsung dan diikuti calon tunggal, alias melawan kotak kosong.
Isu ini kian santer, menyusul belum satupun pasangan figur lain menyatakan bakal maju pada pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Bangkalan, dengan mengantongi surat rekomendasi dari partai politik (Parpol).
Tak hanya itu, berbagai opini pun muncul, seakan-akan Pilkada 2024 di kabupaten ujung barat pulau Madura ini di desain oleh kepentingan orang atau kelompok tertentu, istilah kerennya ‘oligarki’.
bagi penulis, anggapan (opini) diatas, ibarat menebak sesuatu dalam karung, yang belum tampak isinya. Penyematan istilah oligarki ini terlalu dini, karena masih menerka-nerka tanpa melakukan pengamatan dan penginderaan secara seksama.
Sepengetahuan penulis, masyarakat Madura sangat kental dengan nilai dan kearifan lokal. Apalagi urusan memilih sosok pemimpin yang nantinya akan dijadikan orang tua (parembhâghân), pasti pertimbangannya cukup alot.
Latief Wiyata, dalam bukunya “Madura yang Patuh?; Kajian Antropologi Mengenai Budaya Madura(2003),” mengatakan: bahwa kekhususan kultural itu tampak antara lain pada ketaatan, ketundukan, dan kepasrahan mereka secara hierarkis kepada empat figur utama dalam berkehidupan, lebih-lebih dalam praksis keberagaman.
Keempat figur itu adalah Buppa’, Babbu, Guru, ban Rato (ayah, ibu, guru, dan pemimpin pemerintahan). Jika melihat pendapat Latief Wiyata, Munculnya ‘Lukman Hakim’ sebagai Bacabup Bangkalan tampaknya jauh dari kata Oligarki.
Jika melihat biografi “Lukman Hakim”, Ia jebolan pondok pesantren, strata pendidikan formalnya menyandang gelar Magister, dari segi pemerintahan pernah menjabat sebagai kepala desa hingga dua priode.
Mungkin restu dan dukungan para kiyai, tokoh belater, dan mayoritas partai sudah mempertimbangkan track record dan sepak terjang pasangan calon Lukman Hakim-Fauzan Djak’far, untuk memimpin Kabupaten Bangkalan.
Cara ini bagi istilah orang Madura dikenal dengan istilah Merapak rembhâghân (Guyub Rukun). Cara sederhana, namun dampaknya luar biasa untuk menjaga kondusifitas dan ketertiban masyarakat ditengah kontestasi politik daerah.
Kabupaten Bangkalan memiliki segudang persoalan yang perlu diurai solusinya kedepannya, baik dari infrastruktur jalan, pendidikan, kesehatan hingga urusan sampah.
Jika masyarakat masih dihidangkan dengan istilah oligarki, mengenyampingkan Guyub Rukun, selama itu pula persoalan itu hanya menjadi pemandangan semu, tanpa ada solusi.
Hemat penulis, langkah ‘Lukman Hakim dan Fauzan Djakfar’ ‘ikhtiar meguyub rembhâghân’, pada proses pencalonnya ini dampanya cukup baik kedepannya.
Ketika nantinya terpilih, komunikasi yang dibangun sejak awal dengan berbagai tokoh, tentu akan terus berkelanjutan, dalam hal membangun Kabupaten Bangkalan, dari berbagai aspek. Bukan lantas memberi ruang pada golongan tertentu menguasai Bangkalan.
Jadi, jangan terlalu dini menyimpulkan dinamika politik yang terjadi, karena politik memiliki seni, bagaimana komukasi terjalin, dan dampaknya masyarakat sejahtera, aman dan tentram.
Penulis: Baijuri Alwi
Editor: Abdi