Penanews.id, JAKARTA – Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengatakan pengungkapan kasus pembunuhan sebenarnya tidak begitu sulit.
Namun dalam kasus pembunuhan Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat ini, awal pengusutannya terkendala lantaran tim khusus tidak bisa memeriksa dengan lancar.
Sebab, banyak loyalis Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Inspektur Jenderal Ferdy Sambo yang turut mengacak-acak tempat kejadian perkara dan mencoba menghalangi penyidikan.
“Sebagian merasa saat awal-awal itu mereka tidak bisa memeriksa dengan lancar. Makanya kami copotin semua,” ujarnya saat diwawancarai oleh reporter Majalah Tempo, Linda Trianita, Sabtu, 13 Agustus 2022.
Sebelumnya pada 4 Agustus 2022, Listyo Sigit mengumumkan pemeriksaan terhadap anggota Polri dalam dugaan pelanggaran kode etik ketika menangani kasus kematian Brigadir J.
Sebagian di antara mereka adalah para perwira tinggi, perwira menengah, perwira pertama, bintara, dan tamtama dari Divisi Profesi dan Pengamanan, Badan Reserse Kriminal, serta Polres Metro Jakarta Selatan.
Sudah 35 polisi yang masuk dalam penempatan khusus karena terlibat masalah etik dalam penanganan kasus ini.
Kapolri mengatakan tidak menutup kemungkinan jumlah personel di tempat khusus akan bertambah.
Tindakan mereka secara sadar atau berdasarkan perintah juga masih diusut oleh tim dari Inspektorat Khusus dan Divisi Profesi dan Pengamanan.
Sehingga selanjutnya akan ditentukan termasuk pidana atau masalah etik.
Selain masalah dari personel, kata Kapolri, barang bukti yang hilang juga menjadi kendala. Padahal keberadaan itu sangat diperlukan untuk mengungkap kasus.
“Di satu sisi, kalau posisi Sambo sesuai dengan yang diceritakan di awal, CCTV itu seharusnya justru ada karena bisa jadi bukti meringankan dia (Inspektur Jenderal Ferdy Sambo),” katanya.
Akhirnya, kata Sigit, Sambo mengaku bahwa dia memang berada di rumah dinasnya di Komplek Polri Duren Tiga, Jakarta, yang menjadi Tempat Kejadian Perkara (TKP).
Berbeda dengan cerita awal yang disampaikan ke publik bahwa Sambo tidak berada di sana saat itu.
“Awalnya dia bilang, saat dia datang, Yosua sudah mati. Saya sampaikan, pembuktian harus terbalik. Kalau tidak bisa membuktikan itu, justru merugikan dia,” tuturnya. “Seharusnya CCTV di pos satpam menjadi penting bagi dia kalau kejadiannya sesuai yang dia sampaikan. Tapi CCTV itu malah dirusak.”
Sebelumnya, Irwasum Polri Komisaris Jenderal Agung Budi Maryoto mengungkapkan tim khusus mengalami kesulitan dalam mengusut kasus kematian Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat.
Kesulitan itu pada saat awal olah Tempat Kejadian Perkawa (TKP) awal yang tidak profesional dan beberapa alat bukti pendukung telah diambil.
“Karena apa yang diutarakan bapak Kapolri memang benar, kami mengalami kesulitan karena pada saat pelaksanaan olah TKP awal dilaksanakan tidak profesional, kurang profesional, dan beberapa alat bukti pendukung sudah diambil,” ujarnya saat konferensi pers di Mabes Polri, Selasa, 9 Agustus 2022.
Agung menyampaikan bahwa Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo selalu mengedepankan scientific crime investigation. Apalagi masyarakat telah menunggu setelah satu minggu pertama tim khusus dibentuk.
“Saya memahami dan timsus memahami kepada para media dan masyarakat selama satu minggu pertama dibentuk, kami memahami seolah-olah timsus tidak bergerak, kami pahami itu,” tuturnya.
EMbe/ tempo.co