
penanews.id, SURABAYA – Bila menemukan paus terdampar dan kemudian mati seperti yang terjadi di Kabupaten Bangkalan, Kamis (18/2/2021) lalu, Dr Dewi Hidayati Kepala Departemen Biologi, Fakultas Sains dan Analitika Data, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) memberi sejumlah saran.
Soal penanganan bangkai paus, Dr Dewi yang merupakan Dosen anggota Laboratorium Zoologi dan Rekayasa Hewan Biologi ITS menyarankan agar masyarakat dan instansi terkait mengutamakan membuang bangkai paus ke laut.
Seperti diketahui, sejumlah pihak memutuskan untuk mengubur puluhan bangkai paus itu di bibir pantai tempat mereka terdampar.
Menurutnya, semakin banyak bangkai hewan laut termasuk paus yang membusuk di dalam laut akan menjadi sumber makanan predator yang berkontribusi pada rantai makanan laut. Atau bila diperlukan, bangkai itu dikelola agar menjadi bagian dari edukasi masyarakat.
“Rangka (tulang belulang) paus yang mati bisa dijadikan bahan pengajaran untuk mengembangkan studi tentang mamalia laut ini,” ujar Dewi.
Prediksi penyebab terdamparnya paus
Terdamparnya puluhan Paus Pilot di Bangkalan masih menyisakan sejumlah pertanyaan. Terutama tentang penyebab peristiwa itu. Merespons ini, Dewi berupaya menyampaikan prediksi penyebab peristiwa itu berdasarkan referensi ilmiah.
Menurutnya, sejumlah jurnal menyebutkan, pada periode tertentu ikan paus akan melakukan migrasi secara berkelompok. Umumnya, paus yang bermigrasi melalui perairan Indonesia adalah jenis paus pilot atau short-finned pilot whale.
Puluhan ekor paus yang terdampar di Bangkalan dia perkirakan berasal dari perairan Australia. Dia mengutip sebuah jurnal dari journals.org tentang aktivitas migrasi paus. Migrasi paus akan mencapai puncaknya pada Februari dan Mei.
“Pada penelitian itu dan juga beberapa laporan lain disebutkan, paus umumnya akan melewati jalur yang sama untuk bermigrasi,” ujarnya.
Dewi juga mengutip artikel ilmiah berjudul In-depth Whale Navigation: Navigating the Long Way Home karya Robin Marks. Artikel itu menyebutkan, paus adalah hewan yang mampu mengingat jalur magnet yang dia lewati setiap tahunnya saat bermigrasi. Kemungkinan besar, paus yang terdampar karena mendapati daerah yang jalurnya berbelok.
“Kemungkinan itu termasuk di beberapa perairan pantai Pulau Madura dan kawasan Selat Madura,” ujar Dewi dalam keterangan tertulis.
Dewi pun memprediksi, perubahan navigasi paus itu dipengaruhi sejumlah faktor. Di antaranya cuaca ekstrem, gelombang sinar matahari, perubahan garis pantai, dalam kondisi sakit, atau bisa jadi karena aktivitas kilang minyak yang ada di sekitar perairan.
“Karena ada juga referensi yang mengatakan bahwa rig (bangunan kilang minyak lepas pantai, red) dijadikan patokan magnetik bagi paus,” imbuhnya.
Menurutnya, cukup banyak teori terkait anomali paus terdampar di pantai ini. Memang sudah sangat banyak kasus serupa yang terjadi namun penyebabnya belum diketahui secara pasti.
sumber: suara surabaya