Penanews.id, JAKARTA – Staf Khusus Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Yustinus Prastowo, mengungkap data penyumbang defisit BPJS Kesehatan yang terbesar. Menurut dia, defisit terbesar berasal dari kelompok peserta bukan penerima upah atau PBPU/BU jumlahnya sekitar 35 juta orang.
Dengan segmentasi terbesar di Kelas III sebanyak 21,6 juta, kata dia, total iuran dari PBPU itu sebesar Rp 12,4 triliun. Namun, klaimnya jauh melebihi total iuran, yakni mencapai Rp 39,8 triliun. “Alias defisit Rp 27,4 triliun,” kata Yustinus melalui akun Twitternya, Sabtu, 16 Mei 2020.
Dia pun membeberkan panjang lebar profil kepesertaan BPJS Kesehatan. Per 30 April 2020, total peserta 222,9 juta orang. Penerima Bantuan Iuran (PBI) 96,5 juta, Bukan Penerima Bantuan Iuran 90 juta, lalu penduduk yang didaftarkan Pemda 36 juta orang.
Yustinus menjelaskan, untuk PBI sebanyak 96,5 juta orang itu iurannya dibayar pemerintah, sampai saat ini tak berubah. Lalu BPBI 90 juta, terdiri dari penyelenggara negara 17,7 juta, BUMN 1,5 juta, Swasta 35,6 juta.
Sedangkan PBPU/BU sekitar 35 juta orang. Dua kelompok terakhir inilah yang selama ini membayar iuran sendiri atau mandiro.
Sedangkan kinerja keuangan BPJS, untuk PBI (orang miskin dan tak mampu) surplus Rp 11,1 triliun, ASN/TNI/Polri surplus Rp 1,3 triliun, pekerja formal swasta surplus Rp 12,1 triliun.
Sedangkan pekerja informal, defisit Rp 20,9 triliun, dan bukan pekerja defisit Rp 6,5 triliun. Secara agak kasar, menurut Yustinus, akumulasi defisit BPJS Kesehatan 2019 sebesar Rp 15,6 triliun.
Adapun dia menilai, skema iuran BPJS Kesehatan terbaru menurut Peraturan Presiden 64 Tahun 2020 ada pengelompokan yang lebih baik, skema iuran yang lebih baik, dan yang jelas perbaikan kepesertaan dan watak gotong royong agar lebih adil.
“Hal bagus di Perpres 64/2020 syarat pengaktifan kembali diperlonggar. Sebelumnya harus bayar tunggakan 24 bulan. Sekarang, untuk dukungan di masa pandemi, pelunasan cukup smp 6 bulan aja. Pelunasan juga boleh sampai 2021. Pripun, enak njih?” kata Yustinus.
Dalam beleid itu juga ada penurunan denda. Pembayaran denda atas pelayanan sebesar 5 persen dari perkiraan paket INA CBG. Namun untuk dukungan di masa Covid-19, tahun 2020 hanya dikenakan denda 2,5 persen.
“Pesannya jelas: naikin iuran gak asal naikin, ada pertimbangan masa pandemi juga. Adil dan bijak?” ujar Yustinus dikutip dari tempo.co (embe)