Penanews.id, JAKARTA – Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkap sejumlah kasus Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) sepanjang tahun 2022. Untuk perkara korupsi, PPATK menyebut nilai transaksi sebesar Rp 81,3 triliun.
“Sepanjang tahun 2022, PPATK menyampaikan 1.290 laporan hasil analisis yang terkait 1.722 laporan transaksi mencurigakan dengan nominal diduga tindak pidana mencapai Rp 183,88 triliun,” ungkap Ketua PPATK Ivan Yustiavandana dalam rapat kerja bersama Komisi III DPR RI, Selasa, 14 Februari 2023.
Adapun proses pencucian uang hasil dari tindak pidana korupsi, seperti dilansir dari laman PPATK, dapat dikelompokkan ke dalam 3 tahap kegiatan, yakni placement, layering dan integration.
Placement merupakan fase menempatkan uang yang dihasilkan dari suatu aktivitas kejahatan misalnya dengan pemecahan sejumlah besar uang tunai menjadi jumlah kecil yang tidak mencolok untuk ditempatkan dalam sistem keuangan baik dengan menggunakan rekening simpanan bank, atau dipergunakan untuk membeli sejumlah instrumen keuangan (misalnya cek atau giro) yang akan ditagihkan dan selanjutnya didepositokan di rekening bank yang berada di lokasi lain.
Placement dapat pula dilakukan dengan pergerakan fisik dari uang tunai, baik melalui penyelundupan uang tunai dari suatu negara ke negara lain, dan menggabungkan antara uang tunai yang berasal dari kejahatan dengan uang yang diperoleh dari hasil kegiatan yang sah.
Layering, diartikan sebagai memisahkan hasil tindak pidana dari sumbernya yaitu aktivitas kejahatan yang terkait melalui beberapa tahapan transaksi keuangan. Dalam hal ini terdapat proses pemindahan dana dari beberapa rekening atau lokasi tertentu sebagai hasil placement ke tempat lainnya melalui serangkaian transaksi yang kompleks yang didesain untuk menyamarkan atau menyembunyikan sumber uang “haram” tersebut.
Integration, yaitu upaya untuk menetapkan suatu landasan sebagai suatu ’legitimate explanation’ bagi hasil kejahatan. Disini uang yang ‘dicuci’ melalui placement maupun layering dialihkan ke dalam kegiatan-kegiatan resmi sehingga tampak tidak berhubungan sama sekali dengan aktivitas kejahatan sebelumnya yang menjadi sumber dari uang yang di-laundry. Pada tahap ini uang yang telah dicuci dimasukkan kembali ke dalam sirkulasi dengan bentuk yang sejalan dengan aturan hukum.
Masih dalam laporan PPTK yang dikutip Tempo, Selasa, 14 Februari 2023, beberapa modus pencucian uang yang banyak dilakukan oleh pelaku pencucian uang:
1. Smurfing, yaitu upaya untuk menghindari pelaporan dengan memecah-mecah transaksi yang dilakukan oleh banyak pelaku.
2. Structuring, yaitu upaya untuk menghindari pelaporan dengan memecah-mecah transaksi sehingga jumlah transaksi menjadi lebih kecil.
3. Pembelian aset/barang-barang mewah, yaitu menyembunyikan status kepemilikan dari aset/barang mewah termasuk pengalihan aset tanpa terdeteksi oleh sistem keuangan.
4. Pertukaran barang (barter), yaitu menghindari penggunaan dana tunai atau instrumen keuangan sehingga tidak dapat terdeteksi oleh sistem keuangan.
5. Penggunaan pihak ketiga, yaitu transaksi yang dilakukan dengan menggunakan identitas pihak ketiga dengan tujuan menghindari terdeteksinya identitas dari pihak yang sebenarnya merupakan pemilik dana hasil tindak pidana.
6. Mingling, yaitu mencampurkan dana hasil tindak pidana dengan dana dari hasil kegiatan usaha yang legal dengan tujuan untuk mengaburkan sumber asal dananya.
EMbe