Penanews.id, JAKARTA – Wacana mengenai perubahan sistem pemilihan umum dari sistem proporsional terbuka menjadi sistem proporsional tertutup kian santer diperbincangkan.
Isu ini bermula dari pernyataan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy’ari yang menyatakan bahwa sistem pemilihan ini sedang dibahas oleh Mahkamah Konstitusi (MK).
Teranyar, para ketua umum beserta jajaran pengurus inti dari 8 elemen partai politik parlemen mengadakan pertemuan di Hotel Dharmawangsa, Jakarta Selatan, Minggu, 8 Januari 2023. Mereka bersua untuk mengonsolidasikan gerakan penolakan terhadap penggunaan sistem proporsional tertutup alias coblos gambar partai.
Sistem proporsional tertutup sebenarnya pernah digunakan dalam sejarah pemilu di Indonesia. Selain pada masa pemerintahan Sukarno dan Orde Baru, sistem ini juga masih digunakan pada Pemilu 2004. Namun, Putusan MK Nomor 22-24/PUU-VI/2008 tertanggal 23 Desember 2008 membuat sistem ini tak lagi digunakan pada Pemilu 2009.
Mengapa Pemilu 2009 Menggunakan Sistem Proporsional Terbuka?
Putusan MK Nomor 22-24/PUU-VI/2008 merupakan hasil uji materil terhadap Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Dikutip dari konteks kepentingan pemohon dalam putusan tersebut, pemilu dengan sistem proporsional terbuka akan mendorong sistem yang positif. Dalam sistem ini, penetapan daerah pemilihan dilakukan berdasarkan basis wilayah. Hal ini membuat setiap daerah akan memiliki wakil mereka masing-masing.
Apabila pemilihan dilakukan dengan memilih nama kandidat, hubungan antara orang yang memilih dan dipilih menjadi lebih dekat. Sistem ini membuat para pemilih dapat mengenal wakil-wakil mereka dan menilai siapa yang benar-benar memperjuangkan pemilih dan daerahnya. Di sisi lain, para kandidat akan menjaga kredibilitas mereka di depan rakyat yang memilihnya.
Lebih lanjut, putusan tersebut memandang pada dasarnya setiap pemenang Pemilu didasarkan pada suara terbanyak. Seseorang yang terpilih pun seyogianya dipilih dan mewakili daerah pemilihannya. Itu sebabnya, apabila pemenang Pemilu tidak didasarkan pada suara terbanyak dan tidak mewakili daerah pemilihannya, hal ini akan merugikan hak konstitusional para pemilih.
EMbe