Penanews.id, JAKARTA – Ketua Bawaslu RI, Rahmat Bagja menegaskan Aparatur Sipil Negara (ASN) boleh menjadi petugas ad hoc Pemilu 2024. Dia menyebut ASN boleh jadi petugas ad hoc Pemilu asalkan harus cuti.
“Jadi terkait masalah pernyataan Pak Ketua KPU, perlu kami tanggapi bahwa memang aturannya demikian. Jadi boleh ASN menjadi komisioner di tingkat ad hoc, silakan, namun harus cuti,” ujar Bagja di kantor Bawaslu RI, Jakarta Pusat, Kamis (5/1/2023).
Bagja mengatakan ASN boleh menjadi petugas Pemilu, namun harus mengajukan cuti terlebih dulu. Dia menyebut hal itu lantaran ASN dan petugas Pemilu tidak boleh menerima gaji double.
“Menurut peraturan perundang-undangan negara bahwa perorang itu tidak boleh menerima double gaji atau double income, jadi kalau diterima double income tidak diperbolehkan,” katanya.
“Oleh sebab itu, larangan untuk menerima double income dan bekerja double misalkan panwascam iya, PNS iya itu tidak diperkenankan. Jadi harus pilih salah satu, kemudian cuti atau diberhentikan sementara, kemudian dapat (gaji) dari panwascamnya, tidak dari PNS nya. Itu maksudnya,” sambungnya.
Sebelumnya, KetuaKPURI Hasyim Asy’ari menyampaikan bahwa ASN boleh menjadi petugas ad hoc. Bahkan, perangkat desa, guru honorer hingga pendamping program keluarga harapan (PKH) dapat menjadi petugas ad hoc pemilu.
“Nah menurut UU ASN, PNS dan juga peraturan pemerintah manajemen PNS, itu juga ditentukan kalau ada PNS yang menjadi komisioner, menjadi hakim, apapun jenis hakimnya itu diperbolehkan, dengan mekanismenya mengajukan pemberhentian sementara,” kata Hasyim kepada wartawan, Rabu (4/1).
“Dan konsekuensinya kan, kemudian kenaikan pangkatnya kan karena diberhentikan sementara kan, tidak bisa naik pangkat dan seterusnya-dan seterusnya. Kira-kira begitu,” sambungnya.
Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Heddy Lugito mengungkapkan temuan adanya guru honorer direkrut sebagai petugas ad hoc Pemilu. Menurutnya, hal itu telah menyalahi aturan.
Heddy mengungkap temuan itu dalam catatan akhir tahun DKPP, yang digelar di Kantor DKPP, Jakarta Pusat, Sabtu (31/12/2022). Heddy mengatakan temuan guru honorer merangkap jabatan menjadi petugas ad hoc Pemilu, terjadi di Lebak, Banten.
“Di kasus Lebak, Banten, yang diadukan Bawaslu, tapi KPU juga (diadukan), karena sedang proses melakukan PPK (panitia pemilihan kecamatan), itu adalah rekrutmen panwascam (panitia pengawas kecamatan), yang mestinya sesuai aturan dasar tidak boleh merangkap jabatan,” kata Heddy kepada wartawan.
“Tetapi ternyata teman-teman Bawaslu maupun KPU kabupaten tidak menyadari itu. Misalnya guru honorer masuk sebagai penyelenggara ad hoc, panwascam atau PPK,” sambungnya.
Heddy mengatakan selain guru honorer, perangkat desa pun ikut direkrut menjadi petugas ad hoc pemilu. Heddy mengimbau Bawaslu dan KPU harus lebih profesional saat merekrut petugas ad hoc pemilu.
“Kemudian perangkat desa ada juga yang direkrut. PKH pekerja pendamping sosial di sana itu direkrut sebagai anggota panwascam. Artinya apa? Saya ingin mengimbau kepada teman-teman penyelenggara pemilu, terutama KPU dan Bawaslu, harus bertindak semakin profesional terutama dalam hal rekrutmen penyelenggara ad hoc,” katanya.
Diketahui petugas badan ad hoc pemilu diantaranya PPK, PPS, KPPS, Pantarlih, PPLN, KPPSLN, Pantarlih LN.
EMbe/ Viva.co.id