Penanews.id, JAKARTA – Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengapresiasi para akademisi yang mengkritisi penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja (Ciptaker).
Menurut Mahfud, jika tidak menjadi menteri, dirinya juga akan mengkritisi perppu tersebut.
“Saya juga akademisi. Mungkin, saya kalau tidak jadi menteri, (akan) ngritik kayak gitu,” ujar Mahfud MD di Kompleks Istana Kepresidenan, Selasa (3/1/2023).
Ia lantas memastikan bahwa tidak ada unsur koruptif dalam pembentukan aturan Cipta Kerja.
Menurutnya, baik undang-undang (UU) maupun perppu sama-sama bertujuan mempermudah pekerja dan investasi.
Selain itu, Mahfud juga menggarisbawahi, secara prosedur penerbitan Perppu Cipta Kerja tidak bermasalah sehingga tidak perlu dipersoalkan lagi.
“Jangan mempersoalkan formalitasnya, prosedurnya. Itu sudah sesuai. Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan buat dulu undang-undang peraturan pembentukan perundang-undangan yang memasukkan bahwa omnibus law itu benar. Nah sudah kan? sudah dibuat lalu dibuat perppu sesuai dengan undang-undang baru, gitu,” katanya.
“Apakah perppu apakah undang-undang pasti dikritik. Itu sudah biasa dan itu bagus. Ini demokrasi yang maju tapi kita juga kalau pemerintah menjawab itu bukan sewenang-wenang. Mari adu argumen,” ujar Mahfud lagi
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menandatangani Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja pada Jumat (30/12/2022).
Terbitnya Perppu ini menggantikan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi (MK).
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, Perppu yang baru saja terbit diharapkan bisa menjadi implementasi dari putusan MK.
“Dengan keluarnya Perppu Nomor 2 Tahun 2022 ini diharapkan kepastian hukum bisa terisi dan ini menjadi implementasi dari putusan MK,” kata Airlangga dalam konferensi pers di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, belum lama ini
Sebagaimana diketahui, dalam putusannya pada November 2021 lalu, MK menyatakan UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat.
Mahkamah menilai, metode penggabungan atau omnibus law dalam UU Cipta Kerja tidak jelas apakah metode tersebut merupakan pembuataan UU baru atau melakukan revisi.
Mahkamah juga menilai, dalam pembentukannya, UU Cipta Kerja tidak memegang asas keterbukaan pada publik meski sudah melakukan beberapa pertemuan dengan beberapa pihak.
EMbe/ kompas.com