
Meski tidak lagi ramai diberitakan, Perang Rusia-Ukraina masih terus berlangsung. Dan diprediksi belum akan berakhir, karena Rusia mendulang cuan dari perang ini.
Menteri Pariwisata Sandiaga Uno dalam sebuah cuplikan video membeberkan kenapa perang Rusia vs Ukraina belum akan berakhir.
Sebab, katanya, dalam sehari Rusia mengeluarkan biaya 1 juta dolar perhari untuk menginvasi Ukraina. Namun di sisi lain, Rusia meraup untung hingga 5 juta dolar perhari dari harga minyak mentah yang naik akibat peperangan ini.
Indonesia termasuk negara yang terdampak kenaikan harga minyak dunia ini. Jika melihat berbagai statistik, Presiden Joko widodo tak punya opsi lain selain menaikkan harga BBM agar neraca keuangan negara tetap stabil hingga tutup tahun 2022.
Menurut Majalah Tempo, Hari-hari ini masyarakat menantikan keputusan Presiden Joko Widodo mengenai subsidi BBM atau bahan bakar minyak.
Dalam rapat kerja di DPR, Kamis 25 Agustus lalu, Menteri Keuangan Sri Mulyani melempar handuk: pemerintah tidak lagi punya uang untuk menambah subsidi. Jokowi semestinya mendengarkan kekhawatiran bendahara negara itu dan menyingkirkan kalkulasi politik dalam persoalan ini.
Subsidi energi tahun ini super-tinggi. Dari semula dianggarkan Rp 152,5 triliun, dalam APBN Perubahan pemerintah menaikkannya menjadi Rp 502,4 triliun, yang tertinggi sepanjang sejarah. Subsidi melambung akibat serangan Rusia ke Ukraina yang membuat harga minyak dunia melonjak hingga di atas 100 dolar.
Jatah subsidi mengalir cepat. Untuk BBM, tahun ini pemerintah menetapkan kuota 23 juta kiloliter pertalite dan 14,9 juta kiloliter solar. Juli lalu yang tersisa 6,2 juta kiloliter pertalite dan 5 juta kiloliter solar. Pertamina memperkirakan jumlah tersebut hanya bisa bertahan paling lama hingga pertengahan Oktober.
Presiden Jokowi perlu bertindak cepat. Jika hendak mempertahankan subsidi, pemerintah mesti menambah anggaran sampai Rp 198 triliun. Sri Mulyani mengatakan tak mampu lagi. Membatasi volume jual pertalite dan solar subsidi juga bukan jalan keluar yang baik. Aktivitas masyarakat tengah kembali pulih pasca-pandemi. Pembatasan BBM dapat menghambat perekonomian yang mulai Bergeliat. Belum lagi kericuhan yang bakal terjadi lantaran ada yang tidak mendapatkan jatah bahan bakar subsidi.
Yang paling masuk akal adalah menghapus subsidi atau menaikkan harga sehingga anggaran negara cukup sampai akhir tahun. Jokowi jangan takut mengambil langkah yang tak populer tersebut. Secara politis tak ada lagi yang dipertaruhkan. Mayoritas fraksi di DPR merupakan Koalisi pemerintah dan dia tak bisa lagi mencalonkan diri.
Indonesia buka lagi negara penghasil minyak yang bisa dengan gampang membagi-bagikan bahan bakar murah kepada penduduknya. Sejak 2008 impor minyak kita sudah lebih besar daripada ekspor.
Pemerintah perlu menjelaskan hal itu. Dengan komunikasi publik yang baik semestinya pemerintah bisa memberikan pengertian kepada masyarakat bahwa BBM berasal dari sumber yang tidak dapat diperbaharui. Haragnya pun mahal dan naik turun mengikuti pasar.
Data terakhir memperlihatkan mayoritas masyarakat yang menikmati subsidi BBM sebenarnya kalangan mampu. Sekitar 80 persen pertalite mengalir ke rumah tangga kelas menengah dan atas.
Demikian pula solar subsidi, sekitar 89 persen digunakan kelompok usaha dan orang kaya. Pembatasan subsidi dan bantuan langsung dengan demikian mengoreksi salah sasaran tersebut
EMbe
.