Penanews.id, JAKARTA – Nama mantan Bupati Tanah Bumbu, Mardani H Maming menjadi viral setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkannya sebagai tersangka.
Ia sempat melawan penetapan itu dengan mengajukan praperadilan. Namun akhirnya Mardani menyerah, dia menyerahkan diri.
Dilansie okezone.com, Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata mengatakan Mardani telah menyalahkan kewenangan pemberian izin usaha pertambangan operasi dan produksi di wilayahnya selama menjabat. Salah satu pihak yang dibantu Mardani yakni pengendali PT Prolindo Cipta Nusantara (PCN) Henry Soetio pada 2010.
“(Membantu) untuk memperoleh IUP (izin usaha pertambangan) OP (operasi dan produksi) milik PT BKPL (Bangun Karya Pratama Lestari) seluas 370 hektare yang berlokasi di Kecamatan Angsana, Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan,” ujar Marwata di Gedung Merah Putih KPK, Kamis (28/7/2022)
Hendry diduga melakukan pendekatan kepada Mardani untuk mempercepat proses peralihan izin usaha pertambangan PT BKPL dan PT PCN.
Setelah pendekatan itu, Mardani mengenalkan Henry dengan Raden Dwijono Putrohadi Sutopo yang saat itu menjabat sebagai Kepala Dinas Pertambangan dan Energi di Tanah Bumbu pada 2011.
Mardani juga memerintahkan Raden untuk membantu Henry. Akhirnya, Mardani membuat surat keputusan tentang peralihan izin usaha pertambangan PT BKPL ke PT PCN pada Juni 2011.
“Ditandatangani MM (Mardani Maming) di mana diduga ada beberapa kelengkapan administrasi dokumen yang sengaja dibackdate (dibuat tanggal mundur) dan tanpa bubuhan paraf dari beberapa pejabat yang berwenang,” jelas Marwata.
Peralihan itu diyakini melanggar ketentuan Pasal 93 ayat (1) dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009. Beleid itu menyebut pemegang IUP dan IUPK tidak boleh memindahkan IUP dan IUPK-nya kepada pihak lain.
Dalam kasus ini, KPK juga meyakini Mardani meminta Henry untuk mengurus izin pelabuhan untuk menunjang aktivitas operasional pertambangan. Usaha pertambangan itu juga diyakini telah dimonopoli PT Angsana Terminal Utama (ATU).
“Yang adalah perusahaan milik Mardani Maming,” tandas Marwata.
PT ATU ini merupakan perusahaan fiktif yang sengaja dibuat Mardani. Tujuannya untuk mengolah dan melakukan usaha pertambangan hingga membangun pelabuhan di Kabupaten Tanah Bumbu.
“Direksi dan pemegang sahamnya masih berafiliasi dan dikelola pihak keluarga Mardani Maming dengan kendali perusahaan tetap dilakukan oleh Mardani,” ucap Marwata.
Pembiayaan operasional PT ATU diyakini dari Henry. Perusahaan itu sudah membangun pelabuhan pada 2012 sampai dengan 2014. Mardani juga diyakini sudah berkali-kali menerima duit dari Henry. Beberapa duit yang diterima diambil oleh orang kepercayaannya atau masuk dari perusahaan Mardani.
“Uang diduga diterima dalam bentuk tunai maupun transfer rekening dengan jumlah sekitar Rp104,3 miliar dalam kurun waktu 2014 sampai 2020,” kata Marwata.
EMbe/okezone.com