Oleh: Agus Ainul Yaqin (Ketua PC IPNU Bangkalan)
Media sosial daan media mainstream tengah memuat dan menyebarkan prihal 1 Juni sebagai momen lahirnya pancasila. Hal ini bersumber dari keputusan Presiden No. 24 Tahun 2016. Sehingga bangsa Indonesia dan mayoritas media merayakan, kalau 1 Juni menjadi tanggal lahirnya dasar negara.
Melihat rekam jejak 1 Juni disahkan sebagai tanggal lahirnya Pancasila, berawal dari Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur mengirimkan surat kepada Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Kemudian diteruskan kepada Presiden Indonesia, Jokowi Dodo tentang permohonaan 1 Juni menjadi peringatan hari lahir pancasila selamanya.
Berangkat dari usulan tersebut, Juga beberapa pertimbangan lain, akhirnya 1 Juni ditetapkan sebagai hari lahir Pancasila. Hal ini, tentu menjadi momentum bersejarah bagi Indonesia dan disambut dengan meriah untuk pengingat pancasila setelah 70 tahun lamanya tanpa diperingati kelahirannya.
Sejarah ini, tentunya tidaklah mengalahkan bagaimana sejarah awal tercetusnya pancasila dalam sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia pada 25 Mei. Kemudian diselesaikan tepat pada tanggal 1 Juni 1945. tiga tokoh kunci yang merancang butir butir pancasila, yaitu Muhammad Yamin, Ir. Soekarno dan Soempomo.
Dalam berbagai literatur sejarah dijelaskan, proses perumusan pancasila tidaklah semudah yang dibayangkan. Untuk menghasilkan lima butir sila membutuhkan proses cukup panjang. Sebab melihat kemajemukan Indonesia terdiri dari lebih dari 1.340 suku bangsa harus di satukan oleh dasar ideologi yang sama dan mampu diterima oleh semua elemen warga negara Indonesia.
Selain dari aspek historis atau kesejarahan, proses perumusan pancasila penuh diamika jika dikaji secara filosofis dan kebijaksanaannya. Untuk sisi yang paling kental dengan karakter bangsa adalah bagaimana para perumus pancasila begitu kentara. Para perumus pancasila mengedapankan proses musyawarah mufakat dan kerelaan menanggalkan kepentingan, serta maksud pribadi demi kepentingan yang mampu mengcover semua elemen bangsa.
Hal ini, tercermin bagaimana Soekarno rela menghapus sebagian diksi dalam sila pertamanya, yang dianggap condong terhadap satu agama dan mendiskreditkan penganut agama lain. Hal lain juga tercermin dari Soepomo dan Muhammad Yamin serta Soekarno yang dengan legowo meleburkan ide-ide briliannya. Sehingga menghasilkan lima sila, yang hari ini masih eksis dan perkasa di negeri ini.
Di samping itu, para pendiri bangsa Indonesia memiliki karakter dan insting mengenai pandangan kedepan, seakan-akan sudah memperkirakan tantangan bangsa kedepan. Bukan hanya berbicara soal membebaskan diri dari belenggu penjajahan saja, tetapi akan ada masalah lain, seperti ancaman koflik antar golongan, agama dan juga ras dan lainnya.
Menyadari hal itu, pemimpin bangsa sudah menyiapkan perangkat pemersatu bangsa, dapat merekatkan dan menjadi rujukan berpikir, berbicara dan bertindak oleh semua elemen bangsa. Bahkan Mahbub Junaidi, seorang tokoh bangsa pernah berseloroh, bahwa pancasila mempunyai kedudukan lebih sublim dibanding Declaration of Independence, susunan Thomas Jefferson yangmenjadi sebuah pernyataan kemerdekaan Amerika Serikat tanggal 4 Juli 1776, maupun dengan Manifesto Komunis, disusun oleh Karl Marx dan Friedrich Engels tahun 1847.
Kehebatan pancasila merupakan cerminan karakter bangsa Indonesia, humanis tetapi tegas, cerdas berintegritas dan mengedapankan kepentingan bangsa. Hari ini, bangsa kita seakan sedang kehilangan sebagian besar karakter- karakter tersebut. Maka dari itu momentum peringatan hari lahir pancasila, harus dijadikan momen dan usaha kolektif mengembalikan karakter bangsa Indonesia dan mengembalikan pancasila sebagai landasan berpikir dan bertindak, bukan hiasan dan pemanis kata.