Penanews.id, JAKARTA – Setelah menyatakan mundur sebagai pemilik Chelsea. Roman Abramovich punya kesibukan baru yaitu menjadi negosiator damai Rusia dan Ukraina.
Awal Maret lalu, Abramovich diberitakan sempat bertemu negosiator senior Ukraina di Ibukota Kiev. Sayangnya, sepulang dari pertemuan itu, Abramovich dan timnya diduga mengalami keracunan.
Dilansir detik.com, Dugaan diracun itu berasal dari kondisi Abramovich mengalami pengelupasan kulit terus-terusan dan mata memerah.
Media berbasis riset sumber terbuka: Bellingcat, merilis bagaimana kronologi pertemuan Abramovich sampai bisa diracun.
Lewat media sosialnya, Bellingcat, yang ternyata juga melakukan investigasi sejak awal, menceritakan bagaimana pertemuan berlangsung sampai Abramovich mengalami gejala keracunan.
“Bellingcat mengonfirmasi, tiga anggota delegasi yang menghadiri pembicaraan damai antara Ukraina dan Rusia pada malam 3-4 Maret 2022 mengalami gejala yang konsisten dengan keracunan senjata kimia. Salah satu korban adalah pengusaha Rusia Roman Abramovich,” tulis Bellingcat.
“Abramovich, bersama dengan pengusaha Rusia lainnya, mengambil bagian dalam negosiasi bersama anggota parlemen Ukraina Rustem Umerov. Negosiasi berjalan pada sore hari tanggal 3 Maret berlangsung di wilayah Ukraina, dan berlangsung hingga sekitar pukul 10 malam. Tiga anggota tim perunding kembali ke apartemen di Kyiv malam itu, dan merasakan gejala awal, termasuk radang mata dan kulit serta nyeri menusuk di mata malam itu. Gejalanya tidak mereda sampai pagi.”
“Hari berikutnya, kelompok perunding berangkat dari Kyiv ke Lviv dalam perjalanan ke Polandia, kemudian ke Istanbul, untuk melanjutkan negosiasi informal dengan pihak Rusia. Seorang penyidik Bellingcat diminta membantu memberikan pemeriksaan spesialis senjata kimia.”
“Berdasarkan pemeriksaan jarak jauh dan di tempat, para ahli menyimpulkan gejalanya kemungkinan besar akibat keracunan jenis senjata kimia internasional yang tidak diketahui.”
“Hipotesis alternatif yang lebih kecil kemungkinannya adalah penggunaan iradiasi gelombang mikro. Gejala secara bertahap mereda dalam seminggu berikutnya. Ketiga pria yang mengalami gejala tersebut hanya mengonsumsi cokelat dan air beberapa jam sebelum gejala muncul. Anggota tim keempat yang juga mengonsumsi ini tidak mengalami gejala.”
“Menurut dua ahli senjata kimia yang dikonsultasikan dan seorang dokter, gejalanya paling konsisten dengan akibat dari varian zat porfirin, organofosfat, atau bisiklik. Penentuan pasti tidak mungkin dilakukan, karena tidak adanya peralatan laboratorium khusus di dekat para korban.”
“Para ahli mengatakan dosis dan jenis racun yang digunakan kemungkinan tidak cukup untuk menyebabkan kerusakan yang mengancam jiwa, dan kemungkinan besar dimaksudkan untuk menakut-nakuti para korban daripada menyebabkan kerusakan permanen. Para korban mengatakan mereka tidak mengetahui siapa yang mungkin memiliki kepentingan dalam serangan,” rilis laporan investigasi menurut Bellingcat.
EMbe