
Penanews.id, JAKARTA – Wacana penundaan pemilu 2024 kian hangat. Ini setelah Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Marves) Luhut Binsar Pandjaitan berbicara mengenai wacana yang otomatis akan memperpanjang masa jabatan Joko Widodo (Jokowi) untuk menjadi Presiden RI, di Kanal YouTube Dedy Corbuzier.
Dilansir wartaekonomi.co.id, Ada pernyataan Luhut yang menarik. Yaitu dia mengklaim memiliki data dari rakyat Indonesia yang menginginkan agar Pemilu 2024 ditunda pelaksanaanya. Sehingga, kata dia, wacana penundaan Pemilu ini berdasarkan suara dari rakyat Indonesia.
“Kita kan punya big data, dari big data itu 110 juta itu macam-macam, dari Facebook dan segala macam, karena orang main Twitter kira-kira 110 juta,” katanya.
Luhut menuturkan, dari big data tersebut masyarakat kelas menengah ke bawah menginginkan tidak ingin adanya kegaduhan politik di Indonesia akibat Pemilu 2024.
Bahkan masyarakat takut adanya pembelahan, seperti di Pilpres 2019 lalu yang muncul ‘kecebong’ dan ‘kampret’.
“Kalau di bawah menengah bawah ini itu pokoknya pengen tenang, bicaranya ekonomi, tidak mau lagi seperti kemarin, karena tidak mau lagi kita sakit gigi dengar ‘kampret’, ‘kecebong’, ‘kadrun’ lah itu kan menimbulkan tidak bagus. Masa terus-terusan begitu,” ungkapnya.
Bahkan Luhut mengungkapkan dari big data tersebut masyarakat juga tidak ingin Indonesia dalam keadaan susah akibat pandemi Covid-19, namun malah menghamburkan uang demi penyelenggaran Pemilu 2024.
Pasalnya menurut Luhut, Pemilu dan Pilkada serentak 2024 bisa menghabiskan anggaran negara sebesar Rp 110 triliun.
“Sekarang lagi gini-gini sekarang kita coba tangkap dari publik, itu bilang kita mau habisin Rp 110 triliun lebih untuk memilih ini keadaan begini, ngapain sih. Rp 110 triliun untuk Pilpres dengan Pilkada, kan serentak. Nah itu yang rakyat ngomong,” tegasnya.
Karena itu, Luhut mengatakan seharusnya partai-partai politik bisa menangkap aspirasi dari masyarakat mengenai keengganan Pemilu 2024 itu diselenggarakan.
“Nah ini ceruk orang-orang ini ada di Partai Demokrat, ada yang di Partai Gerindra, ada yang di PDIP ada yang di PKB, Golkar, kan di mana-mana ceruk ini. Ya nanti kita lihat mana yang mau dengar suara kami. Itu kan bisa melihat yang paling menguntungkan untuk suara kami,” tuturnya.
Luhut mengatakan, perpanjangan masa jabatan Presiden RI bukan hal yang baru. Karena di negara-negara lain juga banyak yang melakukan hal tersebut. Itu karena pemimpinnya masih dicintai oleh rakyatnya.
“Banyak di negara lain (perpanjangan jabatan Presiden, Red). Kan banyak sejarahnya, dan itu pernah terjadi dan cukup banyak terjadi sudah ada,” pungkasnya.
EMbe