Penanews.id, JAKARTA – Tak lama setelah Presiden Rusia Vladimir Putin mengumumkan invasi ke Ukraina. pemimpin negara bagian Chechnya (Chechen) di Rusia, Ramzan Kadyrov, mendukung invasi dan membantu Rusia dengan mengirimkan pasukan elite.
Dilansir dari CNN Indonesia, dalam video yang beredar di dunia maya, Kadyrov mengatakan pasukan Chechen tidak mengalami kerugian sejauh ini.
Ia juga menyatakan pasukan Rusia akan mudah menguasai kota-kota di Ukraina, termasuk di Kiev.
“Sampai pada hari ini, menit ini, kami tidak memiliki satu korban jiwa, maupun yang terluka, tidak ada satu pria pun yang bahkan menderita pilek,” kata Kadyrov pada Sabtu (28/2), dikutip dari Reuters.
Seperti diketahui Presiden Vladimir Putin telah memerintahkan operasi militer ke Ukraina beberapa hari lalu.
Pasukan Chechen loyalis Kadyrov, kerap mendukung operasi militer Rusia di masa lampau, yakni di Suriah dan Georgia.
Kadyrov sendiri merupakan salah satu sekutu Putin yang kerap mendukung pendapat pemimpin Rusia itu, salah satunya yang menilai pemerintah Ukraina dibentuk oleh orang-orang ‘neo-Nazi.’
Kadyroz dituduh oleh pengamat internasional dan independen atas pelanggaran hak asasi manusia di wilayah asalnya dan di luar itu.
Ia memimpin pasukan paramiliter yang cukup besar dengan kesetiaan pribadi kepadanya, meski pasukan tersebut terdaftar dalam struktur keamanan Rusia, dikutip dari CNN.
Pasukan Kadyroz ini disebut-sebut kerap melakukan penangkapan secara semena-mena dan brutal.
Dalam beberapa tahun terakhir, pasukan keamanan Chechen di bawah Kadyrov kerap menangkap orang tanpa proses hukum.
Mulai dari terduga militan, kritikus pemerintah, masyarakat yang memiliki ‘janggut’ salah, ataupun orang yang dicurigai adalah gay tak luput dari penangkapan ini.
Pasukan spesial Chechen ini juga disebut kerap melakukan penyiksaan.
Mengutip The Guardian, pada 2009, mantan penjaga Kadyrov, Umar Israilov, yang sempat mengatakan ia pernah disiksa oleh pria itu, ditembak mati di Wina. Pada tahun yang sama, rival politik Kadyrov, Sulim Yamadayev, ditembak mati di Dubai.
Kepolisian lokal menuduh seorang politikus Chechen yang dekat dengan Kadyrov menjadi orang yang memberikan senjata pembunuhan ini.
Chechnya di bawah kepemimpinan Kadyrov dikatakan menjadi salah satu wilayah hitam hak asasi manusia yang paling kejam.
Kadyrov menggunakan uang Rusia untuk membangun kembali daerahnya yang hancur akibat perang, dan diberikan kebebasan untuk memerintah sesuka hatinya sebagai imbalan janji setia kepada Putin.
Sementara itu, sejarah Chechnya cukup pelik dan tragis, mengingat wilayah itu sempat berjuang membebaskan diri dari Rusia di 1990-an. Putin meluncurkan perang Chechen II, membuat Rusia berhasil menguasai wilayah itu tetapi dengan banyak korban jiwa.
Kremlin kemudian menempatkan Akhmad Kadyrov sebagai penguasa Chechnya. Pria ini terbunuh di 2004 dan sang putra, Ramzan Kadyrov, mengambil alih kekuasaan dan memerintah Chechnya.
Akibat langkah Rusia, pejuang Chechnya terpecah, sisi sekuler memutuskan bergerak ke Eropa, sementara pemberontak lain memutuskan menggunakan gaya yang lebih Islamis dan menggunakan metode teroris.
Pada 2007, pemberontak Chechen mengubah citra gerakan mereka sebagai “emirat Kaukasus”, yang berusaha mengadopsi hukum syariat di seluruh wilayah dan kemudian bersekutu dengan Negara Islam.
Kadyrov kemudian menggunakan citra ini untuk mengklaim seluruh oposisinya adalah radikal Islam.
Pasukan keamanan Kadyrov juga kerap menangani oposisi pria itu dengan impunitas yang lebih kuat, membuat mereka terbebas dari hukum dan dapat bersikap semena-mena.
Kembali ke situasi Ukraina-Rusia kini, pasukan Chechen di bawah Kadyrov merupakan musuh dari kelompok Chechen lain yang berdiri di sisi pertarungan lain, pun juga mendukung pemerintah Ukraina, dikutip dari NBC News.
EMbe