
Penanews.id, BANGKALAN – Perhutani di Bangkalan sedang ruwet. Keruwetan itu karena banyak lahan mereka di Bangkalan, Jawa Timur, berpindah tangan lengkap dengan sertifikatnya. Sebagian jadi perumahan dan tambak.
Kalau dihitung-hitung lahan negara yang beralih tangan itu sangat banyak, mencapai 28 hektar. Ini tersebar di empat titik, mulai dari Kelurahan Pajegen, Desa Martajasah, Sepuluh, dan Desa Lembung
Bahkan, “Di Martajasah,sebanyak 13 hektare sudah dijadikan perumahan dan bersertifikat,” jelas Samiwanto, Wakil Administratur Kesatuan Pemangkuan Hutan Madura (KPHM), Rabu (1 Desember 2021).
Untuk mengembalikan status tanah itu, Perhutani telah mendatangani tokoh masyarakat, termasuk juga mendatangi ke LHK Malang untuk menyelesaikan masalah terkait perumahan itu.
“Karena perumahan di sana sudah bersertifikat maka kita harus sidang perdata, dan pidana,” Ujar dia
Sedangkan di Daerah Sepuluh lahan perhutani seluas 14 Hektare dijadikan tambak oleh salah satu perusahaan. selain tambak perusahaan juga ada tambak masyarakat setempat.
“Kita sudah datang kepada Kepala desa di sana untuk mengklarifikasi terkait masalah ini,” papar dia
Wanto mengaku, lahan perhutani yang dijadikan perumahan itu diketahui sekitar 3 tahun yang lalu saat pengukuran.
“Untuk solusinya kita minta kepada mereka, jika memang dijadikan perumahan, dimohon datang ke LHK dengan aturan yang sudah ada,” Papar dia
Wanto menjelaskan lahan perhutani di Kabupaten bangkalan sekitar 3200 hektare, sedangkan hutan lindung yang di tanam pohon mangrove sekitar 600 hektar lebih.
Menurut dia, perhutani hanya pengelola sedangkan yang boleh melepas lahan perhutani itu hanya LHK dengan prosedur yang berlaku.
“Kalau yang resmi perhutani dilibatkan, namun yang di bangkalan ini perhutani tidak di libatkan,” Papar dia
Sementara itu Ketua Komisi D Dewan Perwakilan rakyat Daerah, DPRD Kabupaten Bangkalan, Nurhasan berharap Dinas Perhutanan Provinsi bisa melakukan penyisiran untuk menentukan wilayah hutan yang di fokuskan terhadap mangrove dan tidak.
“Saya harap dilakukan pemetaan, baik wilayah laut maupun hutan, sehingga DPRD Setempat bisa berkordinasi dengan perijinan, untuk mengklarifikasi terkait kawasan perhutani yang direklamasi,'” Papar dia
Selain itu, Nurhasan menegaskan harus memilik komitmen bersama untuk melestarikan dan pengawasan tumbuh bersama pohon mangrove.
“Sebanyak 28 hektar lahan perhutani telah rusak dan beralihfungsi menjadi perumahan dan tambak,” Pungkas dia
SAE