Penanews.id, MALANG– Guru taman kanak-kanak di Malang terjerat utang setelah meminjam duit melalui 24 aplikasi pinjaman online atau fintech lending. Guru tersebut tidak sanggup membayar.
Masalah ini tercium sekolah tempat guru itu mengajar. Sebab, proses penagihan utang yang dilakukan penyedia pinjaman melibatkan nomor kontak orang-orang yang berada dalam buku telepon pintar si guru termasuk orang-orang di sekolah.
Pihak sekolah akhirnya memutuskan untuk memecat guru tersebut pada 2020 silam. Buntutnya, masalah yang menjerat guru TK itu menjadi pergunjingan masyarakat.
dikutip dari tempo.co, Wali Kota Malang Sutiaji hingga Otoritas Jasa Keuangan atau OJK pun turun tangan. Rabu lalu, Sutiaji dan Kepala Kantor OJK Malang Sugiarto Kasmuri menemui guru TK tersebut.
Berdasarkan keterangannya, guru TK itu terpaksa meminjam uang di aplikasi pinjaman online untuk membayar kuliah. Awalnya, dia meminjam uang Rp 2,5 juta untuk biaya kuliah di salah satu universitas di Kota Malang.
Pada saat pinjaman tersebut jatuh tempo, dia tidak mampu membayar. Namun kemudian dia mengajukan pinjaman lain pada aplikasi yang berbeda-beda. Dia akhirnya terjerat utang pada sejumlah aplikasi pinjaman online lainnya.
Guru TK tersebut menyampaikan telah meminjam melalui 19 fintech lending ilegal dan lima fintech lending yang terdaftar atau berizin di OJK. Total kewajibannya mencapai sekitar Rp 35 juta, dengan rincian Rp 29 juta di fintech lending ilegal dan Rp 6 juta di fintech lending resmi.
Ketua Satgas Waspada Investasi OJK Tongam Lumban Tobing mengatakan sepanjang peminjam memiliki kemampuan bayar, tidak ada masalah jika meminjam kepada lebih dari satu fintech lending.
“Namun demikian kami mengimbau masyarakat tidak meminjam ke berbagai pinjaman online,” kata Tongam saat dihubungi Kamis, 20 Mei 2021.
Menurutnya, penyedia pinjaman online yang legal tetap melakukan analisis terhadap calon peminjam dengan memberikan skoring. Dengan skoring tersebut, calon peminjam akan dinilai apakah layak diberikan pinjaman. Para penyedia pinjaman online pun melakukan pengecekan latar belakang calon peminjam.
“Mereka (fintech lending) mendapat informasi dari berbagai sumber, termasuk SLIK (Sistem Layanan Informasi Keuangan OJK), FDC AFPI (Fintech Data Center Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama), Telkom, dan data media sosial calon peminjam,” ujarnya.
Menurut Tongam, Satgas Waspada Investasi juga gencar menyampaikan tips dalam melakukan pinjaman melalui fintech peer-to-peer lending.
Tipsnya adalah meminjam pada fintech peer-to-peer lending yang terdaftar di OJK, meminjam sesuai kebutuhan dan kemampuan, meminjam untuk kepentingan yang produktif, serta memahami manfaat, biaya, bunga, jangka waktu, denda, dan risikonya.
Tongam mengatakan Satgas Waspada Investasi pun terus berupaya memberantas fintech peer-to-peer lending ilegal dengan beberapa cara.
Di antaranya mengumumkan fintech peer-to-peer lending ilegal kepada masyarakat dan mengajukan blokir website dan aplikasi secara rutin kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia.
Hingga April 2021, Satgas Waspada Investasi menemukan 86 platform fintech lending ilegal dan 26 kegiatan usaha tanpa izin yang berpotensi merugikan masyarakat.
Sejak 2018 sampai April 2021 ini Satgas sudah menutup sebanyak 3.193 fintech lending ilegal.
EMBE