
penanews.id, JAKARTA -Keraguan masyarakat dalam menerima vaksin Covid-19 memang menjadi persoalan. Ini tercermin dari hasil survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) periode 16-19 Desember 2020 terhadap 1.202 responden.
Dalam survei tersebut, belum seluruh masyarakat bersedia melakukan vaksinasi ketika vaksin telah tersedia. Hanya 37% yang menyatakan bersedia melakukan vaksinasi Covid-19. Sementara 17% menyatakan tidak akan melakukan vaksin dan 40% masih pikir-pikir.
Bahkan, Anggota Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat dari PDIP Ribka Tjiptaning terang-terangan menolak untuk disuntik vaksin. Bahkan, ia lebih memilih untuk membayar bila dikenakan sanksi pidana.
Bukan hanya untuk dirinya sendiri, Ribka juga menolak vaksin untuk seluruh keluarganya. “Misalnya pun di DKI semua anak cucu saya dapat sanksi lima juta karena tidak divaksin, lebih baik saya bayar,” kata Ribka saat rapat dengar pendapat dengan Menteri Kesehatan, Kepala BPOM, dan Direktur Utama PT Bio Farma pada Selasa (12/1).
Ribka mengingatkan, pemaksaan vaksinasi dapat melanggar Hak Asasi Manusia (HAM). Oleh karena itu, ia menilai pemberian vaksin corona tidak bisa dipaksa.
Sanksi Menolak Vaksin Covid-19
Di pihak lain, Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharif Hiariej menyebutkan, hak asasi manusia berbanding lurus dengan kewajiban dasar manusia.
Pasal 69 Undang-Undang (UU) No 31 1999 tentang HAM menyebutkan setiap hak asasi manusia sesorang menimbulkan kewajiban dasar dan tanggung jawab untuk menghormati hak asasi orang lain secara timbal balik. Dengan demikian, Edward menilai ada kewajiban bagi setiap warga negara untuk turut serta dalam mewujudkan kesehatan masyarakat, termasuk upaya penanganan Covid-19.
Ia pun memastikan, ada sanksi yang dikenakan bagi penolak vaksin Covid-19. Dia mengacu pada Pasal 93 UU No. 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.
Pasal tersebut menyebutkan, setiap orang yang tidak mematuhi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dan/atau menghalang-halangi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan sehingga menyebabkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 100 juta.
“Jadi ketika kita menyatakan bahwa vaksin ini suatu kewajiban, maka jika ada waraga negara yang tidak mau divaksin, bisa dikenakan denda bisa penjara dan bisa juga kedua-duanya,” ujar dia.
Meski begitu, ia mengakui bahwa aturan pidana tersebut merupakan pasal karet. Sebab, ada bahasa yang sangat luas dalam aturan tersebut lantaran belum ada penjelasan terkait tindakan yang tidak sesuai dengan kekarantinaan kesehatan.
Edward pun memastikan, UU Kekarantinaan Wilayah umumnya diperinci melalui Peraturan Gubernur, Peraturan Bupati, atau Peraturan Walikota. Sebab, tingkat kedaruratan kesehatan berbeda-beda di beberapa wilayah.
Ia pun menilai, hukuman pidana semestinya menjadi alternatif paling terakhir. Dengan demikian, aturan tersebut baru bisa diterapkan bila instrumen penegakan hukum lainnya tidak berjalan. “Yang diutamakan sosialisasi ke masyarakat,” kata Edward.
Sementara itu, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah merilis Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penanggulangan Covid-19.
Regulasi itu di antaranya menyebutkan bahwa setiap orang yang dengan sengaja menolak vaksin akan dipidana dengan pidana denda paling banyak sebesar Rp 5 juta.
sumber: katadata.co.id