Masih menunggu actionnya para Dewan Muda di kota Bangkalan. Hingga saat ini, sepertinya masih belum menunjukkan taring tajamnya. Saya masih ingat betul, ketika pelantikan tanggal 24 Agustus 2019, anggota legislatif terpilih banyak dari kalangan pemuda, tentu ada harapan dari keunggulan dari kemudaan mereka, lebih progresif menyambut masa depan Bangkalan, tentu juga semangat idealismenya lebih terjaga.
Namun, tidak menutup kemungkinan dari kalangan tua masih progesif dan idealis, hanya saja biasanya kalangan tua lebih mewakili kebijaksanaan dalam menentukan kebijakan-kabijakan politik untuk kesejahteraan rakyat Bangkalan.
Baca Juga:
Berharap kiprah Dewan Muda, Saya teringat ungkapan Pramoeditya Ananta Toer dalam bukunya “Bumi Manusia” tentang idealitas; “Adil sejak dalam pikiran”. Saya belum cukup pengalaman dalam memaknai kalimat tersebut.
Yang jelas di era sekarang ini, kejernihan berpikir menjadi kekuatan tersendiri. Kejernihan berpikir dapat dilihat dari seberapa awaskah dalam mengakomodir kepentingan khalayak/masyarakat umum dalam bahasan program-program yang direkomendasikan pada Eksekutif hingga menjadi kegiatan setiap kedinasan Kabupaten. Akankah keterlibatan Dewan Muda ini, masih berpegang pada idealisme Kerakyatan, sebagai perwujudan dari adil sejak dalam pikiran? Tentu perlu ditelurusi produk-produk hasil rapatnya.
Saya, tentu saja dalam posisi setuju dengan pemikiran Pramoeditya itu, jika Dewan Muda tidak mewakili sebagaimana pernyataan Pramoeditya tentu Saya menentangnya. Bukankah salah satu implikasi dari carut maruknya tatanan social, budaya, politik, ekonomi negeri jika diurai lebih dalam akan ketemu dengan “ketidak adilan yang dilakukan oleh diri kita sendiri? Tentu itu bisa dilakukan oleh Saya, teman-teman Saya, atau orang tak Saya kenal.
Bagi orang yang tidak mempunyai keluasan kuasa, mungkin efeknya sedikit, tapi kalau ketidak adilan sejak dalam pikiran dilakukan oleh orang-orang yang punya kuasa tentu akan memberikan efek yang sangat fatal, dalam kelakar harian diplesetkan menjadi “fata morgana”.
Saya kira mengaitkan action Dewan Muda dengan pernyataan Pramoeditya Ananta Toer perlu ditulis dalam catatan kaki, bahwa peran pemuda dalam sklala apapun sangat dinantikan oleh negeri ini. Pijakannya jelas; “Adillah sejak dalam pikiran”.
Dari sekian anggota DPRD bangkalan, amatan Saya hanya ada beberapa yang sering tampil di depan public hanya para Ketua Komisi, Saya kurang paham bagaimana job of description mereka, hanya saja terasa aneh jika dari 50-anggota DPRD Bangkalan tidak begitu tampil layaknya pejabat public. Sebagai orang yang mendapatkan mandat publik, Saya kira mereka perlu tampil agar keberadaannya tidak dianggap wujuduhu ka adamihi (adanya seperti tidak adanya).
Bahkan, Saya seringkali mengajak bebrapa Dewan Muda agar tampil di public, tanggapannya Saya kira kurang bersahabat, alasannya sibuk, tapi sepertinya hanya bu’ masibu’ (sok sibuk), apa kesibukan mereka lebih banyak dari DPR pusat? Allahu a’lam bi Al-shawaab…Jangan-jangan mereka hanya menerima gaji buta, melayani konstituen hanya sekedar menggugurkan kewajiban. Ibarat orang shalat, nggak penting khusyu’ yang penting nggak punya hutang shalat.
Analoginya, mungkin saja mereka hanya menanggapi sekedarnya usulan konstituen, tapi kurang khikmatnya atau kurang gregetnya dalam memperjuangkan usulan konstituen yang dulu memilihnya. Semoga Dewan Muda kita, tidak seperti itu.
Tulisan ini sebenarnya hanya untuk merekan hasil diskusi dengan seorang sahabat, yang mempertanyakan gebrakan Dewan Muda Kabupaten Bangkalan. Sahabat Saya ini, cukup kompeten dalam membahas kebijakan public, karena ia sedang di semester akhir jurusan kebijakan public di Universitas Budi Utomo (UNITOMO).
Saat diskusi, dia menunjukkan harapan pada Dewan Muda, bahkan ia pernah berdo’a saat mendengar yang jadi DPRD Bangkalan banyak kalangan muda, agar mereka memberikan warna yang baik dengan jabatannya, namun ternyata harapan-harapan yang terangkai dalam do’a meleset, ternyata DPRD Bangkalan sekarang kurang lebih sama dengan anggota DPRD sebelumnya. Mereka cendrung tidak ingat dengan kampaye politiknya, bukankah mereka telah berlaku tidak adil sejak dalam pikiran? Lagi-lagi Saya perlu ucapkan; Wallahu a’lam bi Al-shawaab.
Penulis:Zuhud Mahasiswa surabaya (KOBOY KAMPUS )