
Penanews.id, JAKARTA – Ancaman resesi jadi bahan pembicaraan konferensi pers daring Strategi Pemulihan Ekonomi Nasional dan Peningkatan Pertumbuhan Ekonomi, Rabu, 5 Agustus 2020.
Sebab, Badan Pusat Statistik baru saja merilis pertumbuhan ekonomi kuartal II 2020 minus 5,32 persen secara year on year.
Untuk pertama kali sejak triwulan I 1999, pertumbuhan ekonomi terkontraksi pada level negatif. Resesi secara teknis terjadi jika pertumbuhan ekonomi minus dua kuartal secara beruntun.
Namun reaksi pasar tidak terlalu berpengaruh rilis data BPS. Indeks Harga Saham Gabungan pada perdagangan hari ini ditutup menguat 52,05 poin atau 1,03 persen ke posisi 5.127,05. Pun dengan nilai tukar rupiah.
Pada akhir perdagangan, mata uang RI itu parkir di level Rp 14.550 per dolar AS atau menguat 0,51 persen atau 75 poin.
Bahkan rupiah menjadi yang terbaik di antara pergerakan mata uang Asia lainnya, yaitu tepat di atas ringgit yang naik 0,4 persen dan won yang terapresiasi 0,42 persen.
Kepala Riset dan Edukasi Monex Investindo Futures Ariston Tjendra mengatakan kontraksi perekonomian Indonesia sesuai dengan ekspektasi dan pasar pun sudah menghargai sentimen pelemahan ekonomi dalam negeri dalam beberapa perdagangan terakhir.
“PDB Indonesia yang buruk mungkin sudah diantisipasi sebelumnya oleh pelaku pasar jadi pengaruhnya pada perdagangan saat ini tidak besar,” ujar Ariston kepada Bisnis, Rabu, 5 Agustus 2020.
Kendati IHSG dan rupiah menguat, pemerintah berancang-ancang agar Indonesia tidak masuk pada jurang resesi ekonomi di masa pandemi Covid-19.
Salah satu cara pemerintah menggenjot pertumbuhan ekonomi pada kuartal III 2020 adalah mendorong konsumsi rumah tangga.
“Di tengah global demand yang masih lemah dan ketidakpastian akan investasi masih tinggi, maka solusi biar kita tidak resesi adalah mendorong konsumsi rumah tangga,” kata Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Iskandar Simorangkir dalam konferensi pers Strategi Pemulihan Ekonomi Nasional dan Peningkatan Pertumbuhan Ekonomi.
Untuk mendorong konsumsi masyarakat, pemerintah memprioritaskan kebijakan terkait dengan pengembangan UMKM yang memberikan kontribusi pada perekonomian 61 persen.
Hal itu juga yang mendorong fokus pemerintah dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional, terkait dengan UMKM. “Salah satunya dengan pembiayaan,” kata dia.
Menurutnya, pemerintah memberikan penjaminan untuk kredit-kredit UMKM supaya tetap bisa menjalankan usaha. Seperti, kebijakan terkait Kredit Usaha Rakyat yang tadinya hanya disalurkan untuk beberapa sektor, menjadi bisa disalurkan untuk semua sektor.
Pemerintah juga memberikan subsidi bunga, di mana realisasi mencapai 5,8 juta debitur sebesar Rp 110 triliun. Begitu juga penundaan angsuran pokok yang diberikan kepada UMKM debitur KUR sebanyak 1,38 juta dengan nilai Rp 38,2 triliun.
Sedangkan perpanjangan waktu pembayaran bagi 1,37 juta debitur dengan nilai Rp 37,23 triliun.
Dengan adanya pelonggaran dan ditambah modal kerja yang ditempatkan di bank Himbara Rp 30 triliun dan Bank Pembangunan Daerah, maka pemerintah berharapkan UMKM mulai bisa bergerak.
Kendati begitu pemerintah tidak berhenti di UMKM. Menurut Iskandar, pemerintah memberikan penjaminan untuk kredit korporasi yang padat karya agar mencegah terjadi PHK.
Pemerintah juga berharap penyerapan belanja kementerian dan lembaga terus meningkat agar perekonomian bisa tumbuh.
“Dari segi ekonomi kita membutuhkan kira-kira per kuartal ada minimal Rp 800 triliun untuk yang dibelanjakan di berbagai sektor,” kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam siaran langsung Rabu.
Dia mengatakan optimalisasi belanja pemerintah melalui implementasi Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), peningkatan daya beli masyarakat dan dukungan di sektor diharapkan dapat mendorong pemulihan ekonomi di triwulan III dan IV.
sumber: koran tempo.co