Penanews.id, JEMBER – Bupati Faida tak menghadiri sidang paripurna hak menyatakan pendapat di gedung DPRD Jember, Jawa Timur, Rabu (22/7/2020). Wabah virus penyakit corona (Covid-19) jadi alasan.
Dalam suratnya kepada DPRD Jember tertanggal 21 Juli 2020, Bupati Faida menyatakan akan mengikuti sidang paripurna tersebut melalui konferensi video. Ada tiga alasan yang dikemukakannya untuk tak hadir langsung di gedung parlemen yang terletak di Kecamatan Sumbersari ini.
Pertama, penambahan kasus positif Covid-19 di Kabupaten Jember semakin meningkat yakni 195 kasus. Kedua, berdasarkan rekapitulasi data Tim Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Kabupaten Jember, Kecamatan Sumbersari (lokasi gedung DPRD) masuk zona merah. Ketiga, mengurangi pertemuan atau rapat secara tatap muka yang berpotensi meningkatkan penyebaran Covid-19 di Jember.
Permintaan ini ditolak DPRD Jember dalam surat tertanggal 21 Juli juga. Ketua DPRD Jember Itqon Syauqi menyatakan, berdasarkan hasil rapat Badan Musyawarah 17 Juli 2020, sidang paripurna dilaksanakan dengan dihadiri oleh seluruh anggota DPRD dan bupati Jember, dengan tetap memenuhi protokol kesehatan Covid-19. “Keputusan Banmus itu mengikat terhadap kegiatan apapun yang dilakukan DPRD,” katanya.
Alasan Bupati Faida dianggap tak relevan. “Buktinya bupati hadir dalam Rapat Paripurna DPRD Kabupaten Jember dengan agenda Penyerahan Rekomendasi LKPJ Bupati Jember Akhir Tahun Anggaran 2019 pada 1 Juni 2020. Lokasinya juga di sini (di gedung DPRD),” kata Itqon.
Selain itu, lanjut Itqon, maklumat Kepala Kepolisian RI yang melarang pertemuan tatap muka dalam jumlah besar juga sudah dicabut. “Kemudian ada semangat pemerintah pusat untuk kenormalan baru, sehingga ini tidak berlarut-larut. Semakin ini berlarut-larut, permasalahan di Kabupaten Jember akan semakin banyak,” kata Itqon.
Namun, ketidakhadiran Bupati Faida tak dipermasalahkan Itqon. “Agenda paripurna sudah disetujui seluruh anggota, kami jalan,” katanya.
Bupati Faida mengirimkan jawaban tertulis kepada DPRD Jember setebal 21 halaman folio. Namun jawaban itu diputuskan tidak dibacakan, karena tidak ada perwakilan eksekutif yang membacakan.
“Ketika sidang paripurna sudah berjalan, yang berhak menentukan langkah-langkahnya hanya peserta paripurna. Tidak boleh pihak luar mendikte dinamika sidang. Tadi sudah ditawarkan kepada peserta: bagaimana, apakah surat bupati dibaca atau tidak. Seluruh anggota menyatakan tidak, ya tidak usah. Kami cuma ingin dua: bupati hadir atau tidak,” kata Itqon.
Sidang paripurna hak menyatakan pendapat ini sesuai hasil rekomendasi panitia angket yang selesai bekerja awal tahun ini.
Pertama, meminta aparat penegak hukum yakni KPK, Kejaksaan Agung Republik Indonesia, dan Kepolisian Republik Indonesia untuk menyelidiki dugaan tindak pidana khusus yang ditemukan oleh panitia hak angket.
Dugaan tindak pidana khusus ini ada pada kegiatan proyek kontruksi maupun belanja tidak langsung terkait dengan hibah barang kepada masyarakat, serta kerjasama dengan pihak ketiga.
Kedua, meminta kepada BPK RI untuk melakukan pemeriksaan dengan tujuan tertentu kepada Pemkab Jember, melibatkan organisasi pemerintah daerah terkait dan semua pemangku kepentingan atas temuan panitia hak angket DPRD Kabupaten Jember terhadap pengadaan barang dan jasa periode 2017 sampai sekarang.
Ketiga, panitia angket merekomendasikan agar semua penyedia barang dan jasa berbasis kontruksi rangka atap baja ringan menggunakan aplikator resmi bersertifikat.
Keempat, memohon kepada Menteri Dalam Negeri untuk memberikan sanksi yang tegas berupa pemberhentian tetap terhadap Bupati Jember. Kelima, meminta kepada DPRD Kabupaten Jember untuk menggunakan hak menyatakan pendapat (HMP) atas hasil penyelidikan Panitia Hak Angket.
Sumber: beritajatim.com