Penanews.id, BANGKALAN – Menteri Koordinator Politik, Hukum dan HAM, Mahfud MD mengatakan Presiden Joko Widodo tidak bisa asal ambil sikap antara setuju dan tidak setuju terkait polemik RUU Haluan Ideologi Pancasila (HIP).
Salam memutuskan sebuah sikap, seorang kepala negara, kata dia, harus tak menyalahi prosedur agar tak berdampak buruk bagi demokrasi.
“Presiden tak boleh sembarangan mencabut undang-undang. Ya kalau presidennya baik, kalau sepuluh tahun lagi presidennya otoriter, tak setuju aturan ini dicabut, apa-apa dicabut, itu tidak baik. Bernegara ada mekanismenya,” kata Mahfud MD saat berbicara di hadapan kiai pesantren dan Ulama Madura yang tergabung dalam Bassra, Sabtu, 27 Juni 2020.
Pertemuan dengan Mahfud MD yang digelar di Pendopo Agung Kabupaten Bangkalan ini dimamfaatkan para kiai menyampaikan pandangan mereka tentang RUU HIP.
Inti dari berbagai uneg-uneg itu, para kiai menginginkan Presiden Jokowi bersikap lebih tegas terkait kontroversi RUU HIP yaitu menolak RUU yang diusulkan DPR tersebut karena berpotensi menjadi celah bagi kemunculan kembali ajaran komunisme di Indonesia.
Mahfud menyadari keputusan pemerintah untuk menunda pembahasan RUU HIP tidak populer, namun dinilai sebagai langkah yang paling tepat. Sebab dengan ditunda, artinya RUU HIP akan dikembalikan ke DPR agar dibahas kembali dengan mendengarkan masukan dari masyarakat.
“Lagi pula, saat ini presiden sedang ingin fokus menangani pandemi. Sehingga belum akan membahas secara khusus RUU HIP,” ujar dia.
Dalam beberapa kesempatan, Presiden Jokowi mengaki tidak tahu isi RUU HIP sehingga mengundang banyak cibiran di media sosial.
Mahfud MD mengatakan itu pernyataan jujur presiden. Sebab, presiden tak mungkin membaca RUU yang jumlahnya pertahun pernah mencapai 250 rancangan.
Maka mekanismenya, kata dia, bila ada RUU yang perlu disikapi, presiden akan mendelegasikan ke seorang menteri koordinator untuk membahasanya bersama kementerian terkait dan organisasi masyarakat.
Bila pembahasan rampung dan disetujui, maka presiden akan mengeluarkan surat presiden (surpres) yang disertai Daftar Isian Masalah (DIM) seperti meminta satu pasal dihapus atau merevisi atau menambahkan klausul baru.
“Tapi untuk RUU HIP, presiden tidak mengeluarkan surpres. Sikap presiden adalah menunda,” ungkap dia. (EMBE)