
Penanews.id, JAKARTA – Kemunduran Demokrasi di Indonesia telah dirasakan sejak 2016. Pemilu 2019 kian mempertegas kemunduran itu dengan munculnya konsolidasi oligarki, hilangnya oposisi dan pelumpuhan KPK.
Penilaian ini disampaikan Direktur Center for Media and Democracy Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) Wijayanto melalui diskusi daring pada Senin, 1 Juni 2020.
Wijayanto mengatakan, salah satu indikator penting dari kemunduran demokrasi adalah tergerusnya kebebasan sipil yang tampak jelas dalam proses revisi UU KPK pada September-Oktober 2019.
Di mana dalam proses unjuk rasa itu, diwarnai dengan aksi teror, penyadapan atau peretasan WhatsApp terhadap akademisi yang menolak revisi UU KPK.
Tak hanya akademisi, para mahasiswa yang turun beraksi, mendapat kekerasan fisik berupa penembakan dua mahasiswa, yakni Randi dan Yusuf.
“Kemunduran terburuk yang belum pernah terjadi sebelumnya sejak Indonesia memasuki era reformasi politik pada 1998,” kata Wijayanto.
Penilaian Wijayanto ini selarasa dengan data yang dikeluarkan oleh The Economist Intelligence Unit’s (EIU). Pada 2019, lembaga ini mencatat skor kebebasan sipil di Indonesia hanya 5.59, berada jauh di bawah Malaysia dan Filipina.
“Ada yang menyebut jika di masa Presiden Joko Widodo atau Jokowi, sangat terobsesi dengan pembangunan infrastruktur tapi punya ketertarikan rendah terhadap ide kebebasan demokrasi,” ucap Wijayanto dikutip dari tempo.co. (EMBE)