Penanews.id, JAKARTA– Di masa krisis akibat pandemi corona seperti sekarang. Tidak hanya penyebarannya yang mesti diwaspadai dan dihentikan. Korupsi juga kerap menjadi wabah di masa sulit dan genting.
Data Indonesian Corruption Watch menguatkan asumsi ini. Dalam sepuluh tahun terakhir ada temuan 87 kasus korupsi dana bencana. Titik rawan terjadinya korupsi itu terdapat pada saat tanggap darurat, rehabilitasi, atau pemulihan dan rekonstruksi lokasi bencana.
Di Indonesia, sejak virus menyebar pertama kali pada 7 Maret, Pemerintah mengeluarkan kebijakan yang memprioritaskan keselamatan masyarakat. Misalnya kebijakan anggaran kementrian dialihkan untuk menangani corona. Juga pemerintah Daerah diberi kewenangan untuk mengubah alokasi APBD untuk memutus rantai penyebaran flu Wuhan ini.
Menurut berita meedia, anggaran dari realokasi secara keseluruhan berjumlah Rp 27,17 triliun. Selain itu, pemerintah juga mengalokasikan dana transfer ke daerah sebesar Rp 17,17 triliun, dari estimasi dana transfer umum sebesar Rp 8,64 triliun dan dana transfer khusus sebesar Rp 8,53 triliun.
Peredaran dana yang besar itu sangat mungkin untuk dikorupsi. Kita bisa belajar dari penangan wabah ebola pada 2014 hingga 2016. Palang Merah Internasional memperkirakan biaya korupsi untuk virus itu di Guinea dan Sierra Leone sekitar US$ 6 juta.
Laporan menunjukkan bahwa epidemi ebola mengakibatkan pengalihan dan pengelolaan dana yang salah, pelaporan gaji yang salah, pembayaran untuk persediaan fiktif, serta penyuapan kepada petugas kesehatan untuk prioritas perawatan medis ataupun meninggalkan zona karantina
Mari waspadai korupsi saat krisis akibat virus Covid 19. (EMBE)