penanews.id, JAKARTA – Pidato Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Firli Bahuri dalam acara serah-terima jabatan di lantai tiga Gedung Annex KPK pada Jumat pekan lalu, 20 Desember 2019 ditanggapi tanpa gairah.
“Kok tidak ada yang bertepuk tangan?” tanya Firli ketika itu. Sedetik kemudian, tepuk tangan terdengar lamat-lamat.
Dalam pidatonya waktu itu, Firli memastikan pegawai KPK yang berusia lebih dari 35 tahun tetap bisa menjadi pegawai negeri.
“Ada keadilan karena sifatnya merupakan peralihan status dari pegawai KPK menjadi ASN.”
Perubahan status kepegawaian menjadi ASN ini merupakan perintah Undang-undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, atau UU KPK hasil revisi.
Mantan Kepala Badan Pemelihara Keamanan Polri itu mengatakan akan membuat peraturan yang menjadikan pegawai KPK menerima tunjangan kinerja dan tunjangan risiko. Tapi janji itu direspons ogah-ogahan.
KPK di bawah kepemimpinan anyar periode 2019-2023 memang banyak diragukan. Era Firli dikhawatirkan akan menjadi musim libur pemberantasan korupsi setelah upaya pelemahan KPK yang dinilai banyak kalangan dilakukan secara sistematis.
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana menyebut KPK memasuki fase kehancuran. “Bukan lagi suram, tapi fase kehancuran KPK,” kata Kurnia.
Keraguan yang menumpuk terhadap kinerja komisi antirasuah ke depan bukannya tanpa alasan. Mulai dari terpilihnya pimpinan yang melanggar etik, pengesahan UU KPK hasil revisi yang dianggap akan melemahkan komisi antirasuah itu, hingga keberadaan Dewan Pengawas pilihan Presiden Joko Widodo atau Jokowi.
UU KPK hasil revisi memerintahkan Presiden menentukan Dewan Pengawas. Jokowi menunjuk lima orang Dewan Pengawas yang terdiri dari eks pimpinan KPK, Tumpak Hatorangan Panggabean; mantan hakim agung, Artidjo Alkostar; Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Kupang Albertina Ho; mantan hakim MK, Harjono; dan peneliti LIPI Syamsuddin Haris. Tumpak ketua Dewan Pengawas.
Artidjo kondang sebagai hakim yang kerap memperberat hukuman untuk para terhukum perkara korupsi. Beberapa nama yang diperberat hukumannya oleh Artidjo di antaranya mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera Lutfhi Hasan Ishaaq, bekas anggota DPR Angelina Sondakh, eks Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum, bekas Menteri ESDM Jero Wacik, hingga bekas Ketua MK Akil Mochtar.
SUMBER: TEMPO.CO