Oleh: Roberto Hutabarat
Apa sebenarnya yang mau direbut investor PT. Ubud Resort Duta Development dari tanah pertanian warga Banjar Selasih, Payangan?
Kenapa investor dari pusat Jakarta itu sampai meminta back-up hingga 400 pasukan kepolisian, mulai dari Polsek, Polres hingga pasukan Brimob Polda Bali diturunkan mengawal mesin alat berat Buldozer dan Ekskavator milik investor? Hanya untuk menghadapi 20 sampai 30-an petani daun pisang di Dusun Selasih?
Mengapa cara-cara kekerasan ala kepolisian ORBA masih dipakai oleh pimpinan Polri yang mengaku berslogan “Promoter” tapi terus-menerus menunjukkan arogansi aparat yang sangat gamblang berpihak pada investor yang punya limpahan uang, daripada ke petani kecil yang menghasilkan daun-daun pisang?
Ketidakadilan tata kelola sumber daya alam yang terlalu mendewakan pariwisata massal, adalah kunci jawabannya. Sejak tahun 1995, saat rezim ORBA berkuasa, PT. URDD diberi kemudahan oleh pemerintah saat itu untuk mendapatkan HGB pembangunan sarana pariwisata di Kecamatan Payangan, Gianyar.
PT. URDD sengaja membidik target HGB mereka di lokasi di Banjar Selasih untuk tujuan utama membuka sarana pariwisata Exclusive Golf Course & Resort (Lapangan Golf Eksklusif plus Resor Hotel).
Model pembangunan lapangan golf dan resor memang sedang trend saat itu di Bali. Sebelumnya pada tahun 1993-1994, Grup Bakrie juga merangsek masuk membangun infrastruktur pariwisata hingga ke dekat lokasi Pura Tanah Lot untuk membangun Bakrie Nirwana Resort (BNR). Sebuah resor hotel mewah yang dilengkapi dengan lapangan golf skala raksasa dan eksklusif.
Apa sebenarnya prasyarat utama pembangunan Lapangan Golf dengan kemewahan fasilitas resor hotel bintang 5-nya?
AIR !!!
Jika Anda pernah masuk menelusuri hingga ke sudut-sudut Banjar Selasih, maka sebuah limpahan kekayaan sumber daya alam dari dusun terpencil ini adalah: Sumberdaya Air yang melimpah ruah. Bahkan PDAM Gianyar memiliki stasiun pengolahan air utama yang terletak di desa Puhu ini.
Pura Beji sebagai pelindung niskala sumberdaya air berdiri sejak lama di dekat limpahan mata air tersebut. Hutan desa dan pepohonan pelindung mata air tetap dijaga oleh penduduk Selasih.
Di tengah limpahan sumberdaya air di banjar ini, Bali secara umum diproyeksikan sudah mengalami krisis air tanah dan air permukaan. Sudah berbagai macam penelitian dan seminar yang mengangkat isu tersebut.
Bahkan kondisi krisis air ini akan semakin parah untuk mencukupi suplai ke sektor pertanian, karena yang diprioritaskan tentu ke sektor pariwisata.
Sekarang saatnya kita galang solidaritas untuk mendukung Petani Selasih agar mendapatkan hak-hak bertani dengan tenang tanpa diusik oleh kehadiran alat berat dan kawalan aparat.
Cara-cara kekerasan dan aksi sepihak kepolisian yang matanya hanya melihat pada kepentingan uang investor harus segera dihentikan!!
Saat ini lokasi tanah pertanian Banjar Selasih seluas 144 Hektar sedang dalam sengketa antara klaim HGB PT.URDD dengan petani turun-temurun Banjar Selasih. Oleh KPA Wilayah Bali, lokasi tanah sengketa ini telah diusulkan kepada Presiden c.q. Kementerian Agraria sebagai objek TORA (Tanah Objek Reforma Agraria) untuk merealisasikan Perpres 86 Tahun 2018 Tentang Reforma Agraria.
Lindungi dan dukung Petani Selasih memperoleh hak-hak bertaninya. Mereka hanya memproduksi daun-daun pisang yang masih dibutuhkan oleh kebanyakan orang Bali. Lahan pertanian di Bali semakin habis dan terus tergusur. Rata-rata setiap tahun, 800 hingga 1,000 Hektar lahan pertanian di Bali beralih fungsi menjadi kawasan pemukiman dan pariwisata. Lindungi sumber daya alam Bali.
Tanpa tanah dan air, dan udara yang bersih tak akan pernah ada Kebudayaan Bali 🙏
*) Opini dikopas dari facebook Made Supriatma