Oleh: Made Supriatma
Bulan Oktober kemarin, kita mendengar seorang aktivis lingkungan hidup, Goldfrid Siregar, meninggal dunia. Dia diduga dibunuh. Sampai saat ini tidak ada kejelasan kasusnya.
Kemudian, pada awal November ini, dua orang yang mengaku wartawan, Maraden Sianipar dan Martua Siregar, ditemukan tewas di areal perkebunan sawit PT SAB/KSU Amelia di Labuhan Batu, Sumatera Utara.
Polisi kabarnya sudah meringkus pemilik perkebunan yang memerintahkan pembunuhan kedua wartawan ini.
Hari ini, saya mendengar seorang aktivis lain, Ricky Ara Sendi, hilang sejak 11 November lalu. Dia adalah seorang pegiat antikorupsi yang aktif di Jaringan Antikorupsi Gayo (Jang-Ko). Hingga saat ini tidak ada orang mengetahui dimana keberadaannya.
Kita tidak tahu mengapa Ricky menghilang. Beberapa media lokal mengatakan bahwa dia hilang karena persoalan keluarga. Dia ditemukan menginap di sebuah Warnet di Kota Takengon.
Namun kemudian ada klarifikasi. Memang sepeda motornya ditemukan di warnet itu namun Ricky tidak ditemukan disana.
Kita tentu menunggu kejelasan kasus ini. Namun, sekalipun hilangnya Ricky mungkin tidak berkaitan dengan aktivismenya, hal ini mengingatkan saya pada kasus-kasus lain yang menunjukkan gejala meningkat dari waktu ke waktu.
Saya kira ini bukan ‘isolated incident’ atau kejadian yang berdiri sendiri. Kejadian demi kejadian beruntun menimpa mereka yang kritis dan berani berpihak menyuarakan yang lemah.
Terus terang, semua kejadian ini sangat mengkuatirkan. Setelah perhelatan politik yang bernama Pemilu — baik untuk legislatif dan eksekutif — selesai, tampaknya kekuatan-kekuatan hitam semakin berani. Mereka tidak segan-segan membunuh karena mereka tahu persis bahwa tidak akan ada yang bisa menyentuh mereka.
Saya merasakan sebuah déjà vu. Saya merasa hidup kembali di masa-masa tahun 1980-90an dimana kekuatan-kekuatan hitam merasa mendapat perlindungan dari penguasa negara dan bisa berbuat sekehendak hati mereka.
Ketika sebuah pabrik jam di Sidoarjo, Jawa Timur, merasa terancam oleh seorang buruh yang aktif menyuarakan hak-haknya sebagai buruh, mereka membunuhnya begitu saja. Membunuh dengan sadis. Buruh itu adalah Marsinah.
Sungguh, saya tidak melihat semua kematian para aktivis akhir-akhir ini sebagai sebuah kebetulan. Sebagai sebuah kejadian yang terpisah satu sama lain.
Kematian ini terhubung dengan apa yang terjadi pada politik kita secara umum. Pada penguatan di tingkat elit dan pelemahan selemah-lemahnya kekuatan massa-rakyat. Kita melihat penguasa melakukan dagang sapi politik dan saling memaafkan kejahatan satu sama lain.
Untuk para elit ini, tidak ada kejahatan, tidak ada korupsi, tidak ada pelanggaran HAM. Yang ada hanyalah bagaimana mereka bisa saling memperdagangkan kepentingan. Sesama elit harus saling rangkul merangkul. Saling melindungi dari serangan mereka yang tidak setuju dengan sistem ini.
Seorang koruptor dari Banten dengan santai memakai revisi UU KPK untuk memperingan kasusnya. Anak menteri yang tertangkap KPK tampak tersenyum-senyum dalam tahanan.
Mereka tahu persis bahwa sistem yang baru ini bekerja untuk mereka. Sistem ini dibikin untuk melayani mereka. Untuk membebaskan mereka dan memberikan kemerdekaan kepada mereka berbuat apa saja.
Para elit ini, di pusat maupun di daerah-daerah tahu persis bahwa penguasa menginginkan modal (kata lain dari investasi!).
Penguasa memerlukan mereka. Persis seperti mereka tahu bahwa Suharto memerlukan mereka untuk “mensukseskan” pembangunan.
Siapa yang harus menanggung beaya-beayanya? Ya, Anda sekalian, Sodara-sodara! Andalah yang menjadi tumbalnya. Andalah yang membayar pajaknya.
Anda mungkin sinis dengan para aktivis-aktivis ini. Anda mungkin berargumen bahwa hidup Anda lebih baik karena jalan tol lebih mulus sekarang. Waktu tempun Anda lebih singkat.
Apa salahnya dengan batubara sebagai pemabkit listirk karena kita semua membutuhkan? Apa salahnya dengan Airport bagus? Apa salahnya dengan jutaan hektar sawit untuk negeri yang belum bisa membikin mesin dan teknologi?
Tidak ada yang salah. Namun, kadang Anda lupa bahwa semua itu membutuhkan pengorbanan. Dan seringkali pengorbanan itu tidak hanya dari segi pembeayaan. Ada anak-anak yang tercekik nafasnya untuk membuat lsitrik Anda hidup 24 jam.
Ada kampung-kampung yang kehilangan kehidupan karena tambang. Ada jutaan orang tercekik asap untuk mempersiapkan penanaman sawit.
Anda mungkin tidak merasakan karena Anda hidup dalam sistem elitis yang memang diciptakan khusus untuk lapisan seperti Anda.
Saya punya keyakinan kuat bahwa ini akan berulang dan berulang terus. Para penguasa dan pengusaha hitam ini akan semakin berani.
Mereka tahu mereka punya sandaran yang bisa mereka andalkan. Mereka tahu bahwa kehausan akan modal akan memerdekakan mereka berbuat apa saja.
Sambil menulis ini, saya dicekam kesedihan luar biasa. Bukan karena apa-apa. Apa yang dulu saya kuatirkan sebelum pemilihan kemarin, yakni bahwa korupsi akan merajalela di periode kedua sebuah pemerintahan, akan terjadi. Dan itu terjadi.
Para elit ini tidak mendapatkan kontrol apapun sehingga mereka leluasa untuk berbuat apa saja. Termasuk membunuh!
*) Tulisan ini diambil dari laman facebook penulisnya.